Rabu, 12 November 2008

Kisah

Sapaan hangat Rizal Ramli

Anda mungkin sudah tahu, siapa sosok Rizal Ramli ?. Pertanyaan ini pastilah mudah dijawabnya. Semua pasti bisa memprediksi dari jawaban yang akan keluar dari pertanyaan diatas, boleh jadi banyak orang menjawab Rizal Ramli adalah bekas mentri zamannya Gus Dur, atau bekas kabulog juga pada masa Gus Dur. Namun pasti juga banyak yang menjawab Rizal Ramli adalah seorang ekonom jebolan ITB, atau bisa jadi ada sebagian orang menjawabnya Rizal Ramli adalah aktor dibalik kerusuhan pada demonstrasi kenaikan BBM dipertengahan tahun 2008 yang dilakukan Komite Bangkit Indonesia KBI, semua jawaban pasti banyak terlontar dari berbagai sudut pandang tentang Rizal Ramli. Jawaban itu boleh-boleh saja, namun bagi saya sosok Rizal Ramli punya arti tersendiri.
Ceritanya begini, saya mengenal Rizal Ramli ketika ia menjadi Menteri Koordinator Perekonomian dan keuangan pada masa presiden Gus Dur. Disitulah sosok Rizal Ramli saya pertama kali mendengarnya sekaligus mengenalnya dengan berbagai litelatur yang saya cari disejumlah Media.
Jauh sebelumnnya saya tidak pernah memimpikan bakal bertemu dan mewawancarai sosok yang belakangan menjadi perbincangan terkait demonstrasi KBI, yang membuat sejumlah orang khawatir tragedi Mei berdarah tahun 1998 terulang kembali.
Adalah bulan November 2008, sosok tokoh yang penuh enerjik itu bisa saya kenal dan saya tahu akan kesan pertamanya, dua kali saya bertatap muka dengannya, pertama ketika mengambil gambar di Kantor DR Group, sang ekonom itu menyapa saya dengan ucapan "Bagaimana kabarnya", sambil berlalu memasuki mobil Toyota Alphard yang sudah disediakan untuknnya menuju acara Rapat kerja Daerah Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (Rakerda PPPI).
Berjam-jam waktu berlalu, sosok ekonom yang saya anggap eksentrik ini berlalu dari ingatan saya, saya pun sibuk dengan berbagai liputan di acara Rakerda itu.
Namun kejadian yang berkesan bagi saya terhadap ekonom ini adalah, ketika break makan siang, seusai wawancara degan sejumlah wartawan saya coba menghampiri sosok yang murah senyum ini. Ia kembali menyapa saya "Apa kabar, gimana", ungkapnya sembari menyodorkan tangannya untuk berjabat salam.
"Saya mau buat kenang kenangan dulu dengan pak Ramli", ungkap saya. Sosok ekonom itupun langsung tanggap dengan apa yang saya inginkan, ia merangkul bahu badan saya yang kebetulan postur saya lebih pendek dari sosok ekonom yang sejak kecil di tinggal kedua orangtuanya ini.
Beberapa jepretan foto berhasil di abadikan oleh kawan seprofesi saya di Media. Dan jadilah foto ini (Diatas-red).
Tokoh yang sejak kecil bergelut dengan kerja kerasnya ini, nampaknya sulit saya mengerti, ternyata sosok di televisi dan pada kenyataannya sangat jauh berbeda. Ternyata tokoh yang akan coba maju menjadi RI 1 ini cukup familiar dan bersahabat. Semoga saya suatu saat ketika tuhan mengizinkannya menjadi RI 1 sikap familiar itu tak lagi hilang darinya....semoga./elmujahida

Jumat, 26 September 2008

Renungan Tanpa Batas

*MAMPUKAH KITA MENCINTAI TANPA SYARAT*

> Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja
> bahkan sudah mendekati malam, Pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi
> dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua.. mereka menikah
> sudah lebih 32 tahun.

> Mereka dikarunia 4 orang anak disinilah awal cobaan menerpa, setelah
> istrinya melahirkan anak ke empat tiba2 kakinya lumpuh dan tidak bisa
> digerakkan itu terjadi selama 2 tahun, menginjak tahun ke tiga seluruh
> tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang lidahnyapun sudah tidak
> bisa digerakkan lagi.

> Setiap hari Pak Suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan
> mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja dia
> letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian.

> Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya
> tersenyum, untunglah tempat usaha Pak Suyatno tidak begitu jauh dari
> rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang.
> sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas
> maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan
> apa2 saja yg dia alami seharian.

> Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, Pak
> Suyatno sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap
> berangkat tidur.
>
> Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia
> merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka,
> sekarang anak2 mereka sudah dewasa tinggal si bungsu yg masih kuliah.
>
> Pada suatu hari ke empat anak Suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka
> sambil menjenguk Ibunya. Karena setelah anak mereka menikah sudah tinggal
> dengan keluarga masing2 dan Pak Suyatno memutuskan Ibu mereka dia yg
> merawat, yang dia inginkan hanya satu . semua anaknya berhasil.

> Dengan kalimat yg cukup hati2 anak yg sulung berkata 'Pak kami ingin sekali
> merawat Ibu semenjak kami kecil melihat Bapak merawat Ibu tidak ada
> sedikitpun keluhan keluar dari bibir Bapak. . bahkan Bapak tidak ijinkan
> kami menjaga Ibu'. dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata2nya
> 'sudah yg keempat kalinya kami mengijinkan Bapak menikah lagi, kami rasa
> Ibupun akan mengijinkannya, kapan Bapak menikmati masa tua Bapak dengan
> berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat Bapak, kami janji kami
> akan merawat Ibu sebaik-baik secara bergantian ...'

> Pak Suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak2 mereka.'Anak2ku
> .
> Jikalau perkawinan & hidup didunia ini hanya untuk nafsu, mungkin Bapak
> akan
> menikah . tapi ketahuilah dengan adanya Ibu kalian disampingku itu sudah
> lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian ... sejenak kerongkongannya
> tersekat . kalian yg selalu kurindukan hadir didunia ini dengan penuh cinta
> yg tidak satupun dapat menghargai dengan apapun. Coba kalian tanya Ibumu
> apakah dia menginginkan keadaannya seperti ini?
>
> Kalian menginginkan Bapak bahagia, apakah batin Bapak bisa bahagia
> meninggalkan Ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan Bapak yg
> masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan Ibumu
> yg masih sakit.'

> Sejenak meledaklah tangis anak2 Pak Suyatno merekapun melihat butiran2 kecil
> jatuh dipelupuk mata Ibu Suyatno . dengan pilu ditatapnya mata suami yg
> sangat dicintainya itu.. Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah
> satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan
> pertanyaan kepada Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat
> sendiri Istrinya yg sudah tidak bisa apa2..
> disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yg hadir di studio
> kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru disitulah Pak
> Suyatno bercerita.
>
> 'Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya,
> tetapi tidak mau memberi (memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian) adalah
> kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan
> sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya mencintai saya dengan
> hati dan batinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yg
> lucu2 ...

> Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama . dan itu
> merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk
> mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya
> apalagi dia sakit,,,'/milis

Renungan

Kaca Spion

Oleh Andi F. Noya

Sejak bekerja saya tidak pernah lagi berkunjung ke Perpustakaan
Soemantri Brodjonegoro di Jalan Rasuna Said, Jakarta . Tapi, suatu Hari
Ada kerinduan Dan dorongan yang luar biasa untuk ke sana . Bukan untuk
Baca buku, melainkan makan gado-gado di luar pagar perpustakaan.
Gado-gado yang dulu selalu membuat saya ngiler. Namun baru dua tiga
Suap, saya merasa gado-gado yang masuk ke mulut jauh dari bayangan masa
Lalu. Bumbu kacang yang dulu ingin saya jilat sampai piringnya
Mengkilap, kini rasanya amburadul. Padahal ini gado-gado yang saya makan
Dulu. Kain penutup hitamnya sama. Penjualnya juga masih sama. Tapi
Mengapa rasanya jauh berbeda?
Malamnya, soal gado-gado itu saya ceritakan kepada istri. Bukan soal
Rasanya yang mengecewakan, tetapi Ada hal lain yang membuat saya gundah.

Sewaktu kuliah, hampir setiap siang, sebelum ke kampus saya selalu
Mampir ke perpustakaan Soemantri Brodjonegoro. Ini tempat favorit saya.
Selain karena harus menyalin bahan-bahan pelajaran dari buku-buku wajib
Yang tidak mampu saya beli, berada di antara ratusan buku membuat saya
Merasa begitu bahagia. Biasanya satu sampai dua jam saya di sana . Jika
Masih Ada waktu, saya melahap buku-buku yang saya minati. Bau harum
Buku, terutama buku baru, sungguh membuat pikiran terang Dan hati riang.
Sebelum meninggalkan perpustakaan, biasanya saya singgah di gerobak
Gado-gado di sudut jalan, di luar pagar. Kain penutupnya khas, warna
Hitam. Menurut saya, waktu itu, inilah gado-gado paling enak seantero
Jakarta . Harganya Rp 500 sepiring sudah termasuk lontong. Makan
Sepiring tidak akan pernah puas. Kalau Ada uang lebih, saya pasti nambah
Satu piring lagi. Tahun berganti tahun. Drop out dari kuliah, saya
Bekerja di Majalah TEMPO sebagai reporter buku Apa Dan Siapa Orang
Indonesia . Kemudian pindah menjadi reporter di Harian Bisnis Indonesia
. Setelah itu menjadi redaktur di Majalah MATRA. Karir saya terus
Meningkat hingga menjadi pemimpin redaksi di Harian Media Indonesia Dan
Metro TV.

Sampai suatu Hari, kerinduan itu datang. Saya rindu makan gado-gado di
Sudut jalan itu. Tetapi ketika rasa gado-gado berubah drastis, saya
Menjadi gundah. Kegundahan yang aneh. Kepada istri saya utarakan
Kegundahan tersebut. Saya risau saya sudah berubah Dan tidak lagi
Menjadi diri saya sendiri. Padahal sejak kecil saya berjanji jika suatu
Hari kelak saya punya penghasilan yang cukup, punya Mobil sendiri, Dan
Punya rumah sendiri, saya tidak ingin berubah. Saya tidak ingin menjadi
Sombong karenanya.

Hal itu berkaitan dengan pengalaman masa kecil saya di Surabaya .. Sejak
Kecil saya benci orang kaya. Ada kejadian yang sangat membekas Dan
Menjadi trauma masa kecil saya. Waktu itu umur saya sembilan tahun. Saya
Bersama seorang teman berboncengan sepeda hendak bermain bola. Sepeda
Milik teman yang saya kemudikan menyerempet sebuah Mobil. Kaca spion
Mobil itu patah.

Begitu takutnya, bak kesetanan saya berlari pulang. Jarak 10 kilometer
Saya tempuh tanpa berhenti. Hampir pingsan rasanya. Sesampai di rumah
Saya langsung bersembunyi di bawah kolong tempat tidur. Upaya yang
Sebenarnya sia-sia. Sebab waktu itu kami hanya tinggal di sebuah garasi
Mobil, di Jalan Prapanca. Garasi Mobil itu oleh pemiliknya disulap
Menjadi kamar untuk disewakan kepada kami. Dengan ukuran kamar yang cuma
Enam kali empat meter, tidak akan sulit menemukan saya. Apalagi tempat
Tidur di mana saya bersembunyi adalah satu-satunya tempat tidur di
Ruangan itu. Tak lama kemudian, saya mendengar keributan di luar.
Rupanya sang pemilik Mobil datang. Dengan suara keras dia marah-marah
Dan mengancam ibu saya. Intinya dia meminta ganti rugi atas kerusakan
Mobilnya.

Pria itu, yang cuma saya kenali dari suaranya yang keras Dan tidak
Bersahabat, akhirnya pergi setelah ibu berjanji akan mengganti kaca
Spion mobilnya. Saya ingat harga kaca spion itu Rp 2.000. Tapi uang
Senilai itu, pada tahun 1970, sangat besar. Terutama bagi ibu yang
Mengandalkan penghasilan dari menjahit baju. Sebagai gambaran, ongkos
Menjahit baju waktu itu Rp 1.000 per potong. Satu baju memakan waktu dua
Minggu. Dalam sebulan, order jahitan tidak menentu. Kadang sebulan Ada
Tiga, tapi lebih sering cuma satu. Dengan penghasilan dari menjahit
Itulah kami - ibu, dua kakak, Dan saya - harus bisa bertahan hidup
Sebulan.

Setiap bulan ibu harus mengangsur ganti rugi kaca spion tersebut. Setiap
Akhir bulan sang pemilik Mobil, atau utusannya, datang untuk mengambil
Uang. Begitu berbulan-bulan. Saya lupa berapa lama ibu harus menyisihkan
Uang untuk itu. Tetapi rasanya tidak Ada habis-habisnya. Setiap akhir
Bulan, saat orang itu datang untuk mengambil uang, saya selalu
Ketakutan. Di Mata saya dia begitu jahat. Bukankah dia kaya? Apalah
Artinya kaca spion Mobil baginya? Tidakah dia berbelas kasihan melihat
Kondisi ibu Dan kami yang hanya menumpang di sebuah garasi?
Saya tidak habis mengerti betapa teganya dia. Apalagi jika melihat wajah
Ibu juga gelisah menjelang saat-saat pembayaran tiba. Saya benci pemilik
Mobil itu. Saya benci orang-orang yang naik mobil mahal. Saya benci
orang kaya.

Untuk menyalurkan kebencian itu, sering saya mengempeskan ban
mobil-mobil mewah. Bahkan anak-anak orang kaya menjadi sasaran saya..
Jika musim layangan, saya main ke kompleks perumahan orang-orang kaya.
Saya menawarkan jasa menjadi tukang gulung benang gelasan ketika mereka
adu layangan. Pada saat mereka sedang asyik, diam-diam benangnya saya
putus dan gulungan benang gelasannya saya bawa lari. Begitu
berkali-kali. Setiap berhasil melakukannya, saya puas. Ada dendam yang
terbalaskan.

Sampai remaja perasaan itu masih ada. Saya muak melihat orang-orang kaya
di dalam mobil mewah. Saya merasa semua orang yang naik mobil mahal
jahat. Mereka orang-orang yang tidak punya belas kasihan. Mereka tidak
punya hati nurani.

Nah, ketika sudah bekerja dan rindu pada gado-gado yang dulu semasa
kuliah begitu lezat, saya dihadapkan pada kenyataan rasa gado-gado itu
tidak enak di lidah. Saya gundah. Jangan-jangan sayalah yang sudah
berubah. Hal yang sangat saya takuti. Kegundahan itu saya utarakan
kepada istri. Dia hanya tertawa. ''Andy Noya, kamu tidak usah merasa
bersalah. Kalau gado-gado langgananmu dulu tidak lagi nikmat, itu karena
sekarang kamu sudah pernah merasakan berbagai jenis makanan.. Dulu
mungkin kamu hanya bisa makan gado-gado di pinggir jalan. Sekarang,
apalagi sebagai wartawan, kamu punya kesempatan mencoba makanan yang
enak-enak. Citarasamu sudah meningkat,'' ujarnya. Ketika dia melihat
saya tetap gundah, istri saya mencoba meyakinkan, "Kamu berhak untuk
itu.. Sebab kamu sudah bekerja keras."

Tidak mudah untuk untuk menghilangkan perasaan bersalah itu. Sama
sulitnya dengan meyakinkan diri saya waktu itu bahwa tidak semua orang
kaya itu jahat. Dengan karir yang terus meningkat dan gaji yang saya
terima, ada ketakutan saya akan berubah. Saya takut perasaan saya tidak
lagi sensisitif. Itulah kegundahan hati saya setelah makan gado-gado
yang berubah rasa. Saya takut bukan rasa gado-gado yang berubah, tetapi
sayalah yang berubah. Berubah menjadi sombong.
Ketakutan itu memang sangat kuat. Saya tidak ingin menjadi tidak
sensitif. Saya tidak ingin menjadi seperti pemilik mobil yang kaca
spionnya saya tabrak.

Kesadaran semacam itu selalu saya tanamkan dalam hati. Walau dalam
kehidupan sehari-hari sering menghadapi ujian. Salah satunya ketika
mobil saya ditabrak sepeda motor dari belakang. Penumpang dan orang yang
dibonceng terjerembab. Pada siang terik, ketika jalanan macet, ditabrak
dari belakang, sungguh ujian yang berat untuk tidak marah. Rasanya ingin
melompat dan mendamprat pemilik motor yang menabrak saya. Namun, saya
terkejut ketika menyadari yang dibonceng adalah seorang ibu tua dengan
kebaya lusuh. Pengemudi motor adalah anaknya. Mereka berdua pucat pasi.
Selain karena terjatuh, tentu karena melihat mobil saya penyok..

Hanya dalam sekian detik bayangan masa kecil saya melintas. Wajah pucat
itu serupa dengan wajah saya ketika menabrak kaca spion. Wajah yang
merefleksikan ketakutan akan akibat yang harus mereka tanggung. Sang
ibu, yang lecet-lecet di lutut dan sikunya, berkali-kali meminta maaf
atas keteledoran anaknya. Dengan mengabaikan lukanya, dia berusaha
meluluhkan hati saya. Setidaknya agar saya tidak menuntut ganti rugi.
Sementara sang anak terpaku membisu. Pucat pasi. Hati yang panas segera
luluh. Saya tidak ingin mengulang apa yang pernah terjadi pada saya.
Saya tidak boleh membiarkan benih kebencian lahir siang itu. Apalah
artinya mobil yang penyok berbanding beban yang harus mereka pikul.
Maka saya bersyukur. Bersyukur pernah berada di posisi mereka. Dengan
begitu saya bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Setidaknya siang itu
saya tidak ingin lahir sebuah benih kebencian. Kebencian seperti yang
pernah saya rasakan dulu. Kebencian yang lahir dari pengalaman hidup
yang pahit./milis

Rabu, 27 Agustus 2008

Sambut Rmadhan

Bilih aya tutur saur nu teu ka ukur, rek basa nu pasalia, laku lampah nu te' merenah neda di hapunten.
"Mohon Maaf Lahir dan Bathin"


Review

Menurut Wiranto yang disebut sebut sebagai tokoh terkemuka mengungkapkan, dari hasil dialognya dengan rakyat kecil di berbagai daerah, kelihatannya ada suatu kerinduan terhadap suasana yang pernah mereka rasakan di masa lalu, di mana suasana itu aman, tenteram dan membahagiakan sehingga orang tidak terancam kehidupannya. Rakyat butuh KTA. Bukan Kartu Tanda Anggota, melainkan Kenyang, Tenang dan Aman.
Suatu permintaan yang sangat sederhana yang sampai saat ini belum dapat diwujudkan. Para pemimpin politik belum dapat mewujudkan apa yang pernah dijanjikan kepada masyarakat tatkala reformasi ini mulai digulirkan. “Oleh karena itu kalau kemudian, rakyat merindukan kembali suasana masa lalu yang penuh ketenangan, ketentraman, kita tidak boleh menolaknya,” kata Mantan Panglima ABRI Jenderal TNI (Purn) Wiranto seperti dilansir salahsatu situs media terkemuka.
Pernyataan ini sudah berulangkali dikemukakannya, tatkala menyampaikan visi dan misinya di hadapan kader Partai Golkar juga dihadapan publik dalam berbagai kesempatan seminar maupun diskusi. Pernyataan yang sangat sederhana tetapi menyentuh substansi kebutuhan rakyat banyak.
Kondisi ini pula yang mendorongnya untuk bertekad bulat ikut mencalonkan diri menjabat Presiden yang akan dipilih secara langsung oleh rakyat pada Pemilu 2004 nanti. Ia merasa terpanggil untuk mewujudkan kebutuhan rakyat itu, yang hanya mungkin dapat dilakukannya secara optimal jika ia terpilih jadi presiden.
Setiap saat saya mengikuti perkembangan proses reformasi dengan seksama, dengan terus berharap dan berdoa semoga keadaan akan menjadi lebih baik, seperti halnya keinginan seluruh rakyat Indonesia pada umumnya, yaitu adanya Indonesia Baru yang lebih demokratis, lebih aman, adil dan menyejahterakan masyarakatnya.
Namun pada kenyataannya, setelah saya melakukan perjalanan ke hampir seluruh propinsi untuk melihat, mendengarkan dan memahami secara langsung apa yang dirasakan oleh rakyat, saya mendapati adanya ekspresi dari kegundahan dan kegelisahan di tengah masyarakat. Mereka belum melihat adanya kesungguhan para pemimpin bangsa untuk memperjuangkan nasib mereka, terbukti dengan janji-janji para tokoh politik yang hingga saat ini belum juga dapat mereka rasakan.
Sebenarnya, apa yang mereka sangat rindukan adalah sesuatu yang sederhana dan tidak terlalu muluk, yaitu keadaan yang aman, tenteram, mudah mencari makan, tersedia papan dan pekerjaan.
Sehubungan dengan kondisi tersebut, kita seharusnya berani mengakui bahwa bangsa ini telah kehilangan banyak waktu, pikiran dan tenaga hanya untuk bertengkar satu sama lain, mempersoalkan masa lalu dan hanya bereaksi seadanya terhadap masalah terkini. Kita menyia-nyiakan kesempatan untuk membangun sinergi, berpikir jauh ke depan, menangkap peluang guna memenangkan persaingan dengan negara lain dalam rangka memperjuangkan kepentingan bangsa.
Reformasi yang dilakukan secara tambal sulam dan tidak jelas konsepnya, ditambah dengan praktek hukum yang sangat lemah, telah membawa bangsa ini ke dalam suasana yang sangat berbahaya yakni disharmoni, disorientasi dan terbukanya jalan menuju disintegrasi bangsa./mujahid abdurrahim/berbgai sumber

Review

Sosoknya yang akrab dan ramah, menjadi nilai tersendiri Bupati Deli Serdang ini. Kegiguhannya dalam memimpin Deli Serdang telah mengundang simpati masyarakat. Tak salah jika DR Group lewat masukan dari para pembaca empat medianya (Majalah Berita DR, Harian Berita Medan, Koran Politik DOR dan Koran Sepakbola GOOL-red) memasukan Drs H Amri Tambunan masuk kedalam nominasi 20 tokoh Favorit dan populer 2007 versi pembaca Media DR Group untuk kedua kalinya.
Jika ingin tahu, tentunya siapa yang tak kenal dengan sosok Drs H Amri Tabunan, Bupati Deli Serdang yang dikenal dekat dengan masyarakat ini, ternyata punya catatan dan torehan penting bagi perjalanan sejarah Deli Serdang.
Dengan dedikasinya memimpin Deli Serdang, H Amri Tabunan telah menorehkan gagasan cemerlang dalam dunia pendidikan dan kesehatan. Salah satunya,yang menjadi gagasan cemerlangnya bahkan konsep yang dibuatnya membuat iri sejumlah kepala daerah di Sumatera Utara. Konsep CERDAS dalam bidang pendidikan dan CERIA dalam bidang kesehatan, telah mengantarkan dirinya menjadi salah seorang pemimpin yang mempunyai motifasi tinggi dalam memejukan daerahnya.
Ditengah hingar bingarnya otonomi daerah kala itu, pemerintah Kabupaten Deli Serdang mencoba mengejar peluang-peluang startegis memajukan Deli Serdang dengan pelaksanaan peningkatan pelayanan aparat dengan mengacu pada visi, misi dan tujuan strategis yang bertumpu pada sektor Pertanian, Industri dan Pariwisata.
Kabupaten Deli Serdang sendiri merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sumatra Utara berjarak 30 km dari Medan ke Ibukota Kabupaten Lubuk Pakam dengan luas wilayah 2.394,62 km2.
"CERDAS" dan "CERIA"
Salah satu program menyeluruh yang digagas H Amri tambunan adalah promosi kesehatan dengan mensosialisasikan gaya hidup bersih dan sehat menjadi prioritas utama Bupati Deli Serdang, Drs. H. Amri Tambunan.Dengan mencanangkan Deli Serdang Sehat dan Senam Deli Serdang sehat pada tahun 2005.
Rasa kepedulian yang dimiliki Bupati Deli Serdang terhadap dunia kesehatan terus ditingkatkan. Pada 16 Januari 2006 pemerintah Kabupaten Deli Serdang telah mencanangkan Desa Siaga, dengan target di tahun 2009 seluruh desa menjadi Desa Siaga yang memiliki Pos Kesehatan Desa, pada APBD 2007 telah dialokasikan dana untuk pembangunan 48 unit Poskesdes.
Yanng paling menyentuh, pada tahun ini Bupati Deli Serdang, Drs. H. Amri Tambunan yang merasa prihatin dengan angka kematian ibu melahirkan, lantas dirinya mencetuskan program "CERIA" yaitu Percepatan Penurunan Kematian Ibu dan Anak. Realisasinya, Pemkab Deli Serdang bergiat membangun sarana kesehatan, di tahun 2006 telah disiapkan 5 unti Puskesmas Rawat Inap dan di tahun 2007 bertambah 3 lagi menjadi Puskesmas Rawat Inap.
Untuk meningkatkan kinerja tenaga kesehatan, Pemerintah Kabupaten Deli Serdang pun memberikan tunjangan fungsional sekaligus rangsangan kepada tenaga kesehatan di daerah terpencil yang diberikan tunjangan intensif kepada pimpinan Puskesmas sama dengan eselon III di Kabupaten sebesar Rp2.000.000 setiap bulan. Begitu juga halnya dengan keberadaan RSU Daerah Deli Serdang mendapat perhaian yang cukup tinggi dari Bupati Deli Serdang. Hingga
sampai saat ini RSUD Deli Serdang menjadi pilihan masyarakat dalam pelayanan kesehatan.
Indikatornya, keberhasilan yang diperoleh antara lain Tingkat Kesakitan Penduduk adalah sebesar 20,50 persen dan Tingkat Kematian Bayi sejumlah 19 jiwa per-seribu kelahiran hidup. Di samping itu untuk peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat selain telah dilakukan pembangunan-pembangunan Puskesdes disetiap Kecamatan juga dilakukannya peningkatan Status Puskesmas pada tahun 2006-2007 sebanyak 8 unit.
Tak kalah dengan program kesehatan, H Amri Tambunan juga merupakan pelopor pendidikan di Deli serdang. Kegigihannya memerangi kebodohan dan keterbelakangan menjadi prioritas utama kepemimpinannya. kemunculan gagasan "CERDAS" dalam dunia pendidikan menjadi hal terpenting dalam pembangunan Deli Serdang menuju masa depan. /mujahid abdurrahim

Review

Pembawaannya yang cukup berkarisma, telah memberikan warna baru dalam perjalanan karier politiknya. Pria kelahiran Binjai, 18 Oktober 1939 ini, benar-benar sangat dikagumi banyak pihak.Bukti keseriusannya menjadi Bupati telah memberikan banyak pelajaran berharga. Bahkan ia kemudian menjadi salahsatu pejabat publik yang cukup perhatian terhadap kesehatan. Tak salah jika DR Group dengan empat medianya (Majalah Berita DR, Harian Berita Medan, Koran Politik DOR dan Koran Sepakbola GOOL) mencantumkan nama H Amru Helmy Daulay SH dalam nominasi peraihan 20 tokoh populer Versi Pembaca DR Group untuk kedua kalinya.
Seperti diketahui, sebelumnya dalam pemilihan 10 Tokoh Populer Versi Pembaca DR Group tahun 2006, H Amru Helmy Daulay SH terpilih menjadi tokoh terpopuler urutan kedua dengan mengantongi Voling SMS Pembaca DR Group sejumlah 1989 SMS di bawah H Ajib Shah dengan perolehan Voling SMS 2462.
Dari catatan keredaksian DR Group terpilihnya kembali H Amru H Dulay, adalah bukti bahwasannya bapak dari dua orang anak ini sangat dikagumi masyarakat.
Tak hanya itu, sebagai Bupati Mandailing Natal, H Amru H Dulay dikenal dekat dengan kalangan PERS. Maka tak heran jika kedekatannya dengan sejumlah kalangan serta keberhasilannya menjadi pemimpin daerah, H Amru Daulay dikenal begitu dekat dengan sejumlah kalangan.
Lulus, Sarjana Tingkat Pertama dari Fak Hukum USU, lulus tahun 1962, telah menghatarknnya menjadi seorang yang paham soal hukum. Dan kemudian pada tahun 1963 ia kemudian bisa lulus S-1 Hukum (Sarjana Hukum) Jurusan Kepidanaan dar Fak Hukum USU.Dari sinilah kemudian prestasi sebagai pribadi yang begitu populer mulai mencuat. Berkecimpung disejumlah keorganisasian, juga telah membuat Suami dari HjYosma Dalimunthe ini menjadi publik figur yang cukup disanjung. Dalam riwayat karier keorganisasian H Amru daulay salah satunya pernah menjadi Anggota Persatuan Sarjana Hukum Indonesia, Anggota Konsorium Ilmu Hukum se-Indonesia. Tak hanya itu ia juga pernah menjadi pengurus dari induk olah raga di sumut.Dalam karier politiknya H Amru Daulay tak kalah hebatnya. Sebagai politisi kawakan H Amru Daulay hingga sekarang masih menjabat sebagai Ketua DPD Paratai GOLKAR Kab Madina, yang kemudian menghantarkannya ke kursi Bupati di Madina.
Selain karier politiknya yang begitu gemilang, H Amru Daulay juga kerap menggondol sejumlah penghargaan bergengsi dari pemerintah Republik Indonesia dan dunia internasional serta sejumlah penghargaan sebagai pejabat yang loyal terhadap masyarakat kebanyakan.
Diantara penghargaan yang pernah diberikan Presiden RI pada waktu itu adalah penghargaan Satya Lencana 30 Tahun dari Presiden RI, Satya Lencana Pembangunan Bidang Pengembangan Usaha Pertanian dariPresiden RI, Manggala Karya Kencana dari Presiden RI, Peniti Emas dari Menteri Agama RI,Leaders For a Living Palanet dari WWF International,Critical Ecology Fund Partnership dari world Bank.
Dari hal ini bisa menjadi catatan tersendiri, bahwasannya sosok H Amru Daulay adalah salah satu putra terbaik yang dimiliki Sumatera Utara. Maka tak salah jika masyarakat khususnya di Mandailing natal begitu bangga darah tersebut bisa dipimpin oleh seorang Amru Daulay. Selain itu sepinya kasus yang menghinggapi dirinya, menjadi catatan tersendiri. Bahwasannya H Amru Daulay adalah pejabat yang bersih dari sejumlah tudingan kasus-kasus. (Mujahid Abdurrahim)

Review

"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya", mutiara kata ini nampaknya masih belum disadari betul oleh kebanyakan bangsa Indonesia.
Inilah yang kemudian terjadi, beberapa hari semenjak kepergian Jenderal Besar HM Soeharto, anak bangsa berdebat soal gelar paghlawan nasional bagi sang Jenderal.
Penganugrahan ini, kemudian menimbulkan polemik. Dikalangan anggota DPRRI, pun begitu menolak atas usulan ini, namun begitupun banyak pula yang mendukung diberikannya gelar pahlawan nasional bagi Soeharto.
Soal gelar pahlawan, mungkin Pak Harto (sapaan akrab-red) semasa masih hidup-tidak menginginkannya. Dan soal diberi atau tidak gelar kepahlawanan, itu tergantung kepada orang-orang yang masih hidup.
Namun, sebagai bangsa ketimuran tentunya kita menyadari, manusia semasa masih hidup selalu ada dalam lingkaran kehilapan dan salah, begitu juga dengan Pak Harto. Namun jika menimbang jasa-jasanya yang telah diberikan kepada negara, sudah selayaknya Jenderal Besar ini menjadi pahlawan nasional.
Perlu diketahui, Jenderal Besar TNI Soeharto, berada di urutan kedua setelah mendiang Panglima Besar Soedirman dalam urutan 61 penerima anugerah Bintang Sakti Maha Wira Ibu Pertiwi. Pilihan itu jatuh ke Pak Harto karena dinilai sebagai Perwira Handal Ahli Strategi. Penerima anugerah Bintang Sakti lainnya, termasuk Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution (alm), Laksamana Muda (Anumerta) Josaphat Sudarso, Laksamana TNI (Laut) R. Subiyakto dan Laksamana TNI (Udara) Suryadi Suryadarma. Pada peringatan ulang tahun TNI ke 61, tanggal 5 Oktober 2006, TNI menerbitkan buku Bintang Sakti Mahawira Ibu Pertiwi yang memuat 61 penerima anugerah tersebut, dan riwayat singkat kejuangan mereka.
Anak Desa, Jadi Jenderal Ahli Strategi
Jenderal Besar Soeharto yang lahir di desa Kemusuk, 6 Juni 2001, menjabat Presiden Republik Indonesia kedua selama 32 tahun. Pembawaannya tenang, tutur katanya terukur dan selalu bertindak sesuai aturan, Pak Harto dijuluki the smiling general (jenderal yang murah senyum). Dia sosok pria Jawa yang kalem dan berpenampilan sederhana. Namun di balik itu semua, Pak Harto berhasil mengemban dengan baik berbagai pertempuran sengit dan tanggung jawab militer yang berat dan keras.
Rasa cinta dan ingin menyaksikan bagian lain dari tanah air adalah salah satu motivasi yang menggugah Soeharto untuk mendaftarkan diri menjadi prajurit Koninklijk Nederlans Indische Leger (KNIL). Atas penampilan fisik yang sehat dan tegap yang disertai kecerdasan otak, Soeharto belia, sejak 1 Juni 1940 diterima sebagai siswa militer di Gombong, Jawa Tengah. Enam bulan setelah menjalani latihan dasar, dia tamat sekolah militer sebagai lulusan terbaik dan mendapat pangkat Kopral di usia 19 tahun.
Pos penempatan pertama Kopral Soeharto adalah Batalyon XIII, Rampal Malang. Kemudian Soeharto masuk sekolah lanjutan Bintara, juga berada di Gombong. Karena sikap keprajuritan dan disiplinnya yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat dia mendapat kenaikan pangkat.
Pasukan Inggris mendarat di Jakarta, 29 September 1949, atau empat tahun setelah Indonesia merdeka, untuk mengemban amanah kapitulasi Jepang. Kemudian mendarat di Semarang, Surabaya dan Bandung. Pasukan Inggris di bawah komando Brigadier Jenderal Bethel bergerak dari Semarang menuju Ambarawa dan Magelang untuk menjem-put sekutunya, yaitu interniran Belanda.
Ternyata pasukan Inggris bersikap kurang ramah, memicu amarah rakyat dan berujung insiden bersenjata. Mereka menguasai obyek-obyek penting di Kota Magelang. Ketika pecah pertempuran Ambarawa, Letkol Soeharto memimpin Batalyon X. Bersama pasukan-pasukan lain, pasukan Soeharto bertempur melawan pasukan Sekutu di Ambarawa. Untuk merebut kembali obyek-obyek vital di dalam kota, pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) didatangkan dari Banyumas, Salatiga, Surakarta dan Yogyakarta. Pasukan Inggris di Magelang dan Ambarawa, terkepung.
Empat kompi pasukan Soeharto berhasil menduduki Banyubiru. Pasukan Sekutu dipukul mundur dari Ambarawa. Sejak peristiwa itu, Soeharto mulai dikenal sebagai perwira yang cakap di lapangan dan mendapat perhatian dari Panglima Besar Soedirman.
Belanda kembali melancarkan agresi militer kedua, Februari 1949. Yogyakarta berhasil dikuasai. Letkol Soeharto dan pasukannya mengadakan konsolidasi di luar Yogya. Sepuluh hari setelah peristiwa tersebut, Soeharto dan pasukannya menyiapkan serangan balasan ke pos-pos pasukan Belanda di luar Yogya. Soeharto menyusun siasat secara seksama sebelum melakukan serangan umum ke Kota Yogya.
Menjelang fajar menyingsing 1 Maret 1949, pasukan Letkol Soeharto mulai bergerilya masuk kota Yogya. Serangan berjalan gencar dan lancar sehingga kota Yogya dapat diduduki selama enam jam. Kota Yogya berhasil direbut kembali, dan pasukan TNI merebut berton-ton amunisi dari pasukan Belanda. Namun ketika pasukan Belanda kembali dengan mesin perang dan amunisi lengkap, Letkol Soeharto segera memerintahkan pasukannya mundur kembali ke pangkalan masing-masing di luar kota Yogya.
Serangan umum tersebut, lebih dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret 1949, sebetulnya serangan yang bersifat politis untuk mendukung perjuangan diplomasi RI di PBB. Dan secara psikologis mengobarkan semangat juang rakyat untuk mendukung TNI; memulihkan, memupuk dan meningkatkan kepercayaan rakyat terhadap TNI, karena TNI masih setia pada tugasnya menumpas musuh.
Peran penting lainnya yang pernah diemban Brigjen Soeharto ketika dia ditunjuk sebagai Panglima Mandala untuk membebaskan Irian Barat dari cengkraman penjajah Belanda. Soeharto berhasil. Irian Barat kembali ke pangkauan Ibu Pertiwi, 1 Mei 1963.
Tugas fenomenal selanjutnya yang berhasil diemban oleh Jenderal Soeharto adalah menumpas Gerakan PKI 30 September 1965. Saat itu, Soeharto dihadapkan pada situasi genting. G.30.S/PKI, dinihari 1 Oktober, menculik enam perwira senior TNI-AD untuk melicinkan jalan kudeta mereka melawan pemerintahan Presiden Soekarno.
Kolonel Latief yang memimpin operasi penculikan, membuang jenazah enam jenderal dan seorang kapten ke sebuah sumur tua di tengah kebun karet terlantar Lubang Buaya, Jakarta Timur, di mana para sukarelawan Pemuda Rakyat dan Gerwani, Ormas underbow PKI, sedang melakukan latihan tempur. Sementara itu pimpinan kudeta, Letkol Untung, pagi hari 1 Oktober 1965, berhasil menguasai stasiun pusat RRI untuk mengumumkan pembentukan kekuasaan Dewan Revolusi Indonesia Pusat yang disertai Dewan-Dewan Revolusi Daerah.
Pangkostrad Mayjen Soeharto memimpin operasi penumpasan G.30.S/PKI. Para pemimpin G.30.S/PKI pun ditangkap. Situasi Jakarta dan seluruh tanah air berhasil dipulihkan. Tanggal 11 Maret 1966, Jenderal Soeharto mengemban surat perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno untuk membubarkan PKI, dan memulihkan stabilitas keamanan nasional dan kondisi politik Indonesia. Bung Karno melantiknya sebagai Menteri Utama Bidang Hankam dalam kabinet 100 menteri (Ampera), Juli 1966. Para demonstran siswa dan mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat menuntut Bung Karno turun dan kabinet 100 menteri dibubarkan.
Di luar karir militernya, Soeharto dikukuhkan oleh MPRS menjadi Presiden RI menggantikan Bung Karno, Maret 1967. Putra dari pasangan Kertosudiro dan Sukirah ini, sejak itu menjadi pemimpin sipil sampai mengundurkan diri tanggal 21 Mei 1998. Di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia mengalami banyak kemajuan. Pembangunan di berbagai bidang kehidupan mengalami kemajuan pesat sampai munculnya krisis moneter yang menimpa sejumlah negara Asia, termasuk Indonesia, Thailand dan Malaysia, pertengahan tahun 1997. Krisis moneter tersebut memicu lahirnya krisis politik dan keamanan yang berujung pada pengunduran diri Pak Harto.
Di bidang kemiliteran, sosok Soeharto telah memimpin berbagai pertempuran dengan penuh keberanian. Pengorbanan, kegigihan dan pengabdiannya kepada negara dan bangsa, menjadikannya salah satu putra terbaik bangsa yang layak mendapat anugerah kehormatan Jenderal Besar TNI dan Bintang Sakti.
Beberapa bulan lalu (11/5-2006), Andi Samsan Nganro, hakim tunggal pra-peradilan sekaligus Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, membatalkan SKP3 dari Kejaksaan, membuka kembali perkara Pak Harto. Namun sesuai dengan fatwa Mahkamah Agung, perkara Pak Harto hanya bisa dibuka kembali bilamana jaksa mampu menghadirkan terdakwa di sidang pengadilan. Pihak Kejaksaan sendiri sudah memutuskan untuk menghentikan penuntutan terhadap perkara Pak Harto. Sedangkan tim dokter, baik pribadi maupun negara, sudah memberi rekomendasi medis bahwa kerusakan otak Pak Harto permanen, tidak bisa disembuhkan.
Menjalani hari-hari senjanya, Pak Harto lebih mendekatkan diri pada Allah SWT, beribadah, berdoa, berzikir dan beramal untuk sesama manusia. (Mujahid Abdurrahim/berbagai sumber)

Review

Lahir di Sakkar ni Huta sebuah desa di Balige, 4 April 1942, Rudolf Martzuoka Pardede adalah seorang anak yang terlahir dari keluarga yang mewarisi kerja keras. Ayahnya Tumpal Dorianus Pardede adalah seorang pria bersahaja dan pekerja keras yang berasal dari desa Parlobuan sementara ibunya Hermina Br Napitupulu adalah seorang yang berkepribadian hangat dan mampu memberikan inspirasi untuk giat berusaha. Sikap serta sifat yang diwariskan oleh kedua orangtuanya sampai kini benar benar membekas dan menjadi karakter Rudolf M Pardede. Kelahiran Rudolf sebagai Putra pertama saat itu adalah kelahiran yang sangat dinantikan.
Selain itu Rudolf Pardede tumbuh ditengah tengah keluarga yang mengedepankan ajaran agama, maka tak heran semasa kecilnnya, keluarga besar TD Pardede menerapkan pendidikan agama sebagai suatu kewajiban.

Jejak Politik
Kariernya di dunia politik memang baru dimulainnya sekitar awal tahun delapanpuluhan. Sebelumnnya Rudolf yang terkenal sebagai seorang pebisnis yang cukup berhasil. Terbukti tahun 1987 ketika usiannya menginjak 45 tahun sejumlah fungsionaris PDI yang waktu itu masih dipimpin Suryadi. Namun kala itu Rudolf M Pardede masih menmpiknnya, ia lebih fokus ke bisnis yang dimiliki keluargannya.Tahun 1987 meskipun menampik tawaran sejumlah fungsionaris PDI, namun Rudolf selalu mendapatkan masukan masukan besar yang kelak mewarnai pemikirannya di Pemerintahan. Tak boleh ditampik pemikiran hebatnya adalah merupakan pencitraan dari ayahnnya TD Pardede yang tak lain adalah seorang tokoh politik berpengaruh, seperti diketahui, TD Pardede adalh mantan Menteri Berdikari di era pemerintahan Soekarno. Diakui Rudolf, semasa hidupnya, ayahnya kerap menceritakan pemikiran pemikiran besar sang Poklamator kepada dirinya. Bahkan Rudolf sendiri menyebut sang ayah sebagai "Soekarnois Sejati".
Namun sejak kemunduran TD Pardede dari panggung politik, kemudian Rudolf mendapat pinangan dari PDI. Dan akhirnya tahun 1987 Rudolf mengubah pandangannya. Ia kerap aktif di kepengurusan PDI di Medan dan jakarta. Setelah merasa cukup matang akhirnya Rudolf menerima ajakan para pengurus dan kemudian menjadi anggota PDI. Kariernya di PDI pimpinan Suryadi kala itu semakin melejitkan Rudolf. Dan terbukti ia sempat merasakan bagaimana menjadi anggota DPRRI. Namun diakuinya saat menjadi anggota DPR ia anggap, menjadi anggota DPR hanya ikut Koor saja, setuju setuju saja, seperti diungkapkannya dalam buku biografinya. Ia mengakui bahwasanya menjadi anggota DPR berbeda dengan sekarang sesudah masa reformasi. Dimana anggota DPR mempunyai kebebasan berpendapat lebih longgar.
Kariernya di DPI yang kemudian berlanjut di PDI-P terus mendongkrak nama Rudolf menjadi politikus matang. Terbukti di bawah kepemimpinannya, PDIP mampu menjadi partai besar di Sumatera Utara.(Mujahid Abdurrahim/Biografi Rudolf Pardede)

Review

Rahmat lahir dari sebuah keluarga sederhana. Kedua orangtuanya, Hafiz H.Gulrang Sha dan Hj.Syarifah Sobat, tinggal di Desa Perdagangan Seberang, sebuah desa di pinggir hutan dekat kota kecil Perdagangan, Simalungun. Persis di belakang rumah mereka terbentang memanjang sungai Bah Bolon. Airnya jernih mengalir deras.
Menunggu kelahiran Rahmat merupakan saat-saat yang mendebarkan bagi anggota keluarga. Banyak peristiwa ganjil kala Rahmat masih dalam kandungan. Bila sebelumnya Hj.Syarifah mengandung anak-anaknya hanya sembilan sampai sepuluh bulan. Tetapi saat mengandung Rahmat lamanya sampai dua belas hari. Banya yang menduga kemungkinan Hj.Syarifah sedang mengandung anak kembar.
Keanehan lain terjadi pada suatu malam dan sehari sebelum melahirkan Hj.Syarifah bemimpi yang sama, ada seberkas cahaya seperti pelangi yang dirasakan masuk dalam perutnya. Lalu ia merasa dirinya bersih bercahaya seeprti kaca dan cantik sekali. Sebuah mimpi yang mengagetkan Hj.Syarifah. Pagi harinya, ia bertanya kepada suami dan ibunya (nenek Rahmat). Pertanda apakah mimpi itu?
"Anak kita yang satu ini akan berbeda dari saudaranya, jawab H.Gulrang Shah dengan rasa gembira.Tanda kebaikan, anak yang lahir kelak akan menjadi seorang pemimpin yang baik dan dermawan,jawab neneknya dengan rasa suka cita.
Itu sebabnya kelahiran Rahmat sangat ditungg-tunggu anggota keluarga. Tanggal 23 oktober 1950 menjelang subuh, bayi yang dinantikan itu pun lahir. Laki-laki, beratnya 5 kg, sehat dan lama di dalam kandungan ibnya, membuat kulit badannya merah dan gemuk.
Seluruh anggota keluarga tentu saja menyambut dengan penuh gembira. Anak laki-laki dalam keluarga besar Gulrang shah kini menjadi dua. Yang pertama, Arif, Rahmat sendiri anak keenam, tiga saudara lain di atasnya semuanya wanita. Sebetulnya ada satu lagi kakak Rahmad, Habib Syah namanya, namun meninggal dunia di zaman revolusi saat beruisa lebih kurang 5 tahun. Kelurga Rahmat tergolong keluarga besar yakni 16 bersaudara, delapan lelaki dan delapan wanita.
Isyarat dalam mimpi Hj.Syarifah bahwa Rahmat bakal berbeda dengan saudaranya menjadi kenyataan. Sifat dan perilaku Rahmat kecil sangat berbveda. Ia lebioh menonjol dibandingkan dengan anak-anak lain yang sebaya.
"Sangat aktif, tidak bisa diam. Ada saja yang dikerjakan. Saat kecil kami memanggilnya Amat.
Ia suka berenang,memancing, menjala ikan dan berburu ke hutan dengan ketapel. Kesenangannya pada hewan-hewean langka dan berbisa juga telah kelihatan sejak kecil.
Saat berusia 5 tahun, ayahnya membawanya ke kota Medan bersama Arif dan esan tinggal serumah dengan neneknya di jalan Semangka No.12. neneknya lah yang kemudian engasuh dan menyekolahkan rahmat bersama kedua kakanya, mulai SD, SMP hingga SMA.
Ayahnya sengaja engirim anak-anaknya ke kota besasrt agar mereka bisa mengenal kehidupan lebih lasdan belajar menadiri. Dalam mendidik anak-anak, ayahnya memang sangat keras dan disiplin, terutama untuk pendidikan agama.
"Kalau kami kecil, ayah sering mengajar mengaji dan memanggil guru agama. Saat itu sebuah rotan sudah tersedia di atas meja. Bagi yang tidak mau belajar langsung disabet ayah, kata Esan tentang sikap keras orangtuanya saat menyuruh anak-anaknya belajar agama. Dan saat itu biasanya Rahmat kecil sangat cerdik menyelematkan saudaranya dari pukulan rotan. "Bang Amat selalu menyimpan rotan yang digunakan ayah untuk memukul kami kalau salah satu malas mengaji, ujar Barkat Shah, adik kandung Rahmat.
Pada saat Rahmat berusia sekitar 10 tahun, serta ia ingin dikhitankan, permintaanya hanya satu, yakni jala ikan. Terpaksa orangtuanya menempahkan jala khusus sesuai ukuran dan beratnya. Rahmat kecil memiliki keinginan yang keras menandakan bahwa ia mempunyai potensi kemandirian pribadi yang sangat besar.

MENAPAK KARIR BERMANDI KERINGAT DAN OLI
Kala anak-anak muda seusianya asyik menikmati keindahan dunia remaja, Rahmat malah tetap sibuk bekerja keras di sebuah bengkel mobil milik keluarga untuk mencapai tekadnya. Hampir setiap hari ia bermandi keringat dan belumur oli kotor. Setiap hari ia mengayuh sepeda membawa alat mobil yang berat dan besar ukurannya. Hingga berpuluh kilometer jauhnya. Dengan kerja keras itulah Rahmat kemudian tertempa menjadi seorang montir serta pekerja yang handal. Sejak usia remaja ia suda terbiasa melakukan proses belajar sambil bekerja.
Ia rajin, ulet dan cepat beradaptasi dengan pekerjaan. Saya selalu menugasinya membeli spare parts dengan mengendarai sepeda. Amat orangnya cekatan, memakai tas punggung belakang sambil membawa plat baja dan tas besar yang diletakkan di boncengannya, ia mengayuh sepeda membawa pesanan spare parts dan peralatan berat untuk diperbaiki oleh tukung bubut. Karena kerajinannya, tepat janji dan ramah, salah seorang tukang bubut langganan bengkel saya, Pak Samin, sangat sayang padanya dan memberi seekor domba, kata Arif.
Karena harus bekerja guna mencapai cita-citanya, ia terpaksa bangun pagi pukul enam dan sering kembali ke rumah dari bekerja dengan tangan, muka dan badan hitam kena oli kotor. Tidak jarang tiba di rumah sudah larut malam dan langsung terbaring kewalahan, terkadang tanpa makan. Banyak sekali pengalaman pahit dan terhina yang dialaminya saat itu, akan tetapi justru hal itu yang memacu dan memotivasinya bekerja keras agar dapat berhasil dengan tekadnya.

MANDIRI DALAM USAHA
Atas perkenaan dan dukungan dari bosnya, Rahmat akhirnya membuka usaha sendiri. Tahun 1980, ia mendirikan PT Unitwan Indonesia yang bergerak dalam keagenan berbagai produk dari dalam dan luar negeri, di samping suplier dan kontraktor.
Ramalayan Surya Paloh dan Rusli Paloh tentang masa depan Rahmat, menjadi kenyataan. Begitu ia membuka usaha sendiri, nama Rahmat berkibar dan terkenal sebagai pengusaha muda yang ulet. Dalam waktu relatif singkat, kegiatan usahanya merambah ke berbagai proyek berskala besar.Mulai dari proyek pembangunan pabrik, jalan,irigasi, perumahan,sampai memasok alat-alat berat untuk perusahaan perkebunan. Wilayah Ekspansiya terus meluas hingga ke Jakarta, Kalimantan, singapura, Malaysia, Jepang, Korea, USA dan Kanda.

DESAKAN NURANI MEMBANGUN DAERAH
Tahun 1990, tatkala Gubsu mencanangkan program Marsipature Hutanabe semacam ajakan kepada pengusaha kelahiran Sumut yang telah sukses di perantauan agar kembali memperlihatkan tanah kelahiran, hati Rahmat tergugah.
Kemudian ia memutuskan ukntuk kembali ke Medan, kota tempat ia banyak menyimpan kenangan dan tempat memulai mengembangkan karirnya sebagai pengusaha. Padahal kesemaptan untuk lebih berkembang di Jakarta sangat terbuka luas. Suara hatinya bersikukuh memutuskan untuk tetap kembali ke Medan.
Selain itu, ia juga merasa telah melapaui target dari yang dicita-citakannya sehinga ia ingin berbuat di daerah kelahirannya dan menikmati hari tua dengan kelaurga serta teman-teman lama.
Begitu kembali ke daerah kelahiran, Rahmat mendirikan pabrik pengolahan alumunium PT Cakra Aluminium Industri, bekerja sama dengan salah seorang pengusaha daerah.
"Kebetulan waktu itu saya dipercaya menjadi ketua kompartemen aneka industri Kadinda Sumut. Aneh kan kalau saya tidak mempunyai kegiatan industri, katanya.
Pertimbangan Rahmat membuka pabrik itu karena melihat ada peluang yang dibutuhkan untuk mengembangkan indsutri alumunium di Sumatera Utara. Bahan baku alumunium yang dibutuhkan tersedia dari PT.Inalum.
Awal mengoperasikan kegaitan industrinya, di luar dugaan ternyata tantangannya cukup berat. Bahan baku alumunium tidak begitu saja didapat dengan mudah karena dimonopoi oleh grup perusahaan tertentu dan sangat sulit ditembus. Akhirnya Rahmat terpaksa mengimpor bahan baku untuk pabriknya dari berbagai negara dan mengeskpor kembali hasilnya.
PANTANG MENYERAH
Bukan Rahmat namanya kalau menyerah. Ia maju terus pantang mundur. Malah perusahaan industri alumunium itu berkembang pesat dan mendapat pujian para pelanggan baik dari dalam maupun luar negeri.
Oleh karenanya Rahmat terpaksa memilih salah satu di antara perusahaan Singapura untuk menjadi mitra. Sebuah perusahaan yangsudah membidangi usaha alumunium selama puluhan tahun. Dengan bermitra, Rahmat menginginkan peningkatan kapasita produksi PT. Cakra. Meski kemudian nama Cakra Alumuinium Industri berubah menjadi Cakra Compact. Selain itu, pemilikan saham pun berubah.
"Tidak masalah, yang penting menguntungkan, bisa menambah tenaga kerja dan tidak ada PHK, katanya.
BERMODAL ULET DAN KERJA KERAS MERAIH PENGHARGAAN
Keberhasilan Rahmat mengembangkan dunia usaha dan kegaitan sosial kemasyarkatan kerja ke Medan. Rahmat oleh Kadin Sumut, sesuai dengan jabatannya dipercaya menjamu belasan duta besar dari berbagai negara dipabriknya PT Cakra.
Di antara para duta besar itu terdapat duta besar dari Republik Turki. Melihat posisi strategis Rahmat dan potensi wilayah Sumut untuk kerjasma perdagangan bilateral, beberapa negara menawarkan Rahmat untuk menjadi diplomat kerjasama perdagangan bilateral, beberapa negara menawarakan kepada Rahmat untuk menjadi diplomat mereka. Dan tahun 1995a Rahmat resmi diangkat menjadi konsul jenderal kehormatan Republik Turki untuk hubiungan perdagangan langsung meliputi wilayah sumatera.
Dan sebelumnya tahun 1993, Rahmat menerima penghargaan Sahwali Awards dari satu badan pengawas lingkungan dan pemerintah di Bali sebagai pengusaha yang berwawasan lingkungan.
Kemudian tahun 1997, Rahmat mendapat anugera, Primaniyarta dari Presiden Ri yang diterima di Istana Negara karena perusahaanyaa dinilai yang paling berpestasi mengembangkan usaha ekspor non migas, tidak bermasalah dengan lingkungan, buruh, bank, pajakdan pihak lainnya. Justru di tengahkrisis ekonomi di mana sebagian besar perusahaan di tanah ari sedang mengalami kehancuran.(Mujahid Abdurrahim/dari buku biografi Rahmat Shah)

Review


Mujahid Abdurrahim
Hercules begitulah ia dipanggil,banyak orang menyangka sosok Hercules adalah tinggi tegap, dengan postur tubuh besar. Namun dalam kenyataannya banyak orang heran dengan sosok Hercules. Tubuhnya yang kurus dengan rambut keriting, sepintas tak menampakan dirinya seorang yang mempunyai pengaruh dan karismatik. Namun dibalik itu pria kelahiran Bumi Loro sae ini ternyata seorang yang dermawan dan cukup perhatian terhadap orang kecil.
Dalam pertemuannya dengan kru DR Group pada (18/3) lalu, pria dengan nama lengkap Hercules Rosario Marshal ini tidak berbicara panjang lebar tentang kehidupannya.
Namun dari sepintas ceritanya, ia ternyata merupakan seorang pejuang yang pro terhadap NKRI ketika terjadi ketegangan Timor-timursebelum akhirnya merdeka pada tahun 1999. Maka tak salah jika sosoknya yang begitu berkarisma ia dipercaya memegang logistik oleh KOPASUS ketika menggelar operasi di Tim-tim. Namun nasib lain hinggap pada dirinya, musibah yang dialaminya di Tim-tim kala itu memaksa dirinya menjalani perawatan intensif di RSPAD Jakarta.
Dan dari situlah perjalanan hidupanya menjadi Hercules yang di kenal sampai sekarang, ia jalani. Hidup di Jakarta tepatnya di daerah Tanah Abang yang terkenal dengan daerah 'Lamba Hitam', seperti diungkapkan Hercules daerah itu disebutnya sebagai daerah yang tak bertuan, bahkan setiap malamnya kerap terjadi pembacokan dan perkelahian antar preman.
Namun begitulah perjalanan manusia di ciptakan tuhan, Hercules-pun akhirnya benar benar menjadi seorang tokoh yang disegani di kawasan tersebut. Bahkan namanya makin 'meroket' tatkala dalam setiap serangkaian kasus namanya kerap dilibatkan. Bahkan hingga sekarang nama yang melekat pada dirinya sebagai seorang 'Preman Besar' tetap hinggap pada dirinya.
Ia pun menuturkan, dengan banyaknya suara sumbang tentang dirinya, Hercules yang bercita-cita menjadi seorang petani ini kemudian angkat bicara. Banyak diantaranya orang orang menganggap dirinya dari kacamata jauh, namun jika dipandang dengan kacamatan dekat ia berbeda dari kenyataannya. Hercules yang sebenarnya adalah seorang yang begitu dekat dengan orang tertindas. Jika memang perlu disebutkan, karena kemulaian hatinya sebagai seorang manusia, sejulah bencana yang terjadi di Indonesia dari bencana Tsunami Aceh hingga Tsunami Pangandaran, tangan dinginnya turut terlibat untuk berbagai dengan masyarakat yang terkena bencana.
Satulagi yang tentunya mengherankan banyak orang, seorang Hercules yang di indentikan dnegan kekerasan dan premanisme ternyata punya cita-cita mulia. Masa tuanya, ingin ia habiskan menjadi seorang petani. Bahkan untuk mewujudkan hal itu ia telah membeli puluhan Hektar Sawah di salah satu kota di Jawa Barat. Yang mana lima puluh persen hasil dari lahan sawahnya itu ia sumbangkan bagi anak yatim yang menjadi anak angkatnya. Tercatat Hercules mempunyai anak Dua ratusan anak yatim yang kumpulkan dan kini menjadi anak angkatnya.

Jumat, 22 Agustus 2008

Kamu Tahu

Fantastic Four Vs Mr Bush Jr

Fidel Alejandro Castro Ruz (Kuba), Dr. Mahmoud Ahmadinejad (Iran), Juah Evo Morales Ayma (Bolivia) dan Hugo Chaves (Venezuela) (Fantastic Four), adalah sekian dari pemimpin di dunia ini yang dianggap sebagai “pembangkang” di mata negara Barat dan Amerika. George W. Bush Jr putra presiden G.Bush menganggap keempat presiden tersebut sebagai “poros setan”. Lantaran negara-negara tersebut selalu menjadi penentang kebijakan luar negeri Amerika Serikat dan sekutunya.
Namun sebaliknya, mereka menganggap dirinya sebagai “poros malaikat” dan menganggap Amerika dan Barat-lah sebagai “poros setan”. Dengan sifatnya yang heroik, revolusioner dan patriotik serta bermartabat tinggi, keempatnya selalu menentang politik dunia kapitalisme dan tidak pernah tunduk berbagai bentuk intervensi terhadap negaranya.
Dengan keberanian yang memukau, mereka menasionalisasi puluhan perusahaan asing dan dengan nekad membagi susu sekaligus beras gratis untuk penduduk miskin. Penguasa yang benar-benar mengurus rakyat dan mereka yang miskin mendapat prioritas pelayanan. Presiden yang langsung memotong gaji dirinya dan kabinetnya dan menetapkan pendidikan gratis untuk semua jenjang buat penduduknya.
Pemimpin yang selama ini sangat antusias memikirkan nasib rakyatnya. Mungkin itulah gambaran pemimpin yang dulu pernah diserukan oleh Nelson Mandela, “Pemimpin itu seperti seorang gembala. Ia berada di belakang kawanan, membiarkan yang paling lincah di depan, diikuti domba-domba yang lain, yang tidak menyadari bahwa mereka dipandu dari belakang”.
Kehadiran buku ini “Poros Setan (Kisah Empat Presiden Revolusioner: Fidel Castro – M. Ahmadinejad – Evo Morales – Hugo Chavez)” karya Robert E. Quirk dan kawan-kawan memang patut diacungi jempol. Dengan gaya bahasa yang ringan para penulis mengetengahkan berbagai sisi kehidupan keempat pemimpin radikal tersebut.
Setidaknya memberikan gambaran secara lugas potret kepemimpinan alternatif. Dimulai dari latar belakang kehidupannya, perilaku dan kepribadiannya, berbagai kebijakannya hingga berbagai aksi politiknya. Meski harus siap untuk dikucilkan, diembargo dan berbagai macam sangki yang lainnya, negara-negara tersebut tetap kukuh dan teguh mempertahankan eksistensi negaranya.
Apalagi kemunculannya sangat tepat. Di tengah-tengah arogansi dan hegemoni Amerika Serikat dan sekutunya yang terus membabi buta. Dengan menganggap dirinya sebagai polisi dunia yang merasuk ke seluruh penjuru dunia. Setelah kebijakannya atas Afganistan dan Irak, kini Somalia dan Iran yang dijadikan target kebijakannya.
Kemenangan anggota “sayap kiri” dalam merebut tahta kekuasaan di negara-negara Amerika Latin seperti Venezuela, Bolivia, Brasil, Argentina, Uruguay, Chile, hingga presiden Ekuador, Rafael Correa, yang baru-baru ini terpilih. Ditambah lagi dengan adanya Iran dan Suriah di Asia menjadikan Aliansi baru Asia (Iran-Suriah)-Amerika Latin menjadikan kecenderungan dan keinginan mereka untuk membentuk blok pertahanan dan kerjasama di berbagai bidang. Sehingga terbentuk sebutan pan-Amerika Latin untuk menggalang dukungan anti-AS.
Begitulah seharusnya presiden, pemimpin yang punya dedikasi tinggi untuk kesejahteraan rakyat dan antusias dalam menolong rakyat. Hakikatnya, kesejahteraan merupakan hak asasi warga negara yang harus dipenuhi. Jika tidak, berarti pemerintah telah mengabaikan hak-hak rakyat dan melalukan pelanggaran kemanusiaan.
Penulis melirik Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad yang sederhana dan pemberani dengan kebijakan nuklirnya, Pemimpin Venezuela Hugo Chavez yang dengan lantang menolak perdagangan bebas Amerika, dan musuh tradisional AS, Presiden Kuba Fidel Castro. Castro Pernah menyatakan, “Aku yakin benar bahwa tatanan ekonomi sekarang ini, yang dipaksakan oleh negeri maju, tidak saja kejam, tidak adil, tidak manusiawi dan bertentangan dengan hukum keniscayaan sejarah, akan tetapi juga, secara inheren, rasis!”. Selain itu, penulis juga dicontohkan kepemimpinan Evo Morales, pemimpin Bolivia. Morales selalu mengkampanyekan bahwa musuh paling jahat umat manusia adalah kapitalisme.
Secara sekilas buku ini menjurus pada Anti-Amerika, dengan segala persoalan yang dihadapi oleh sebagian besar negara berkembang diantaranya hutang yang melambung dan arus globalisasi yang menyuburkan kapitalisme.
Buku ini juga sangat menggungah para pembaca tetang kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Presiden Revolusioner ini. Kebijakan yang sangat berani mengambil resiko hanya untuk menyelamatkan rakyatnya. Tak heran jika rakyat yang note bene “kaum tertindas” menganggap keempat pemimpin tersebut sebagai “dewa”.(Berbagai Sumber)

Renungan

"KHAYALAN dan RENUNGAN SEORANG REVOLUSIONER"

Sebuah tugas yang berat tapi suci, sekarang dipikulkan di atas bahu setiap orang Indonesia untuk memerdekakan 55 juta jiwa dari perbudakan yang beratus-ratus tahun lamanya, dan memimpin mereka ke pintu gerbang hidup baru.
Zaman yang lalu, zaman penjajahan Hindu dan Islam serta zaman "kesaktian" yang gelap itu, tak dapat menolong kita sedikit pun. Marilah sekarang kita bangun termbok baja antara zaman dulu dan zaman depan, dan jangan sekali-kali melihat ke belakang dan mencoba-coba mempergunakan tenaga purbakala itu untuk mendorongkan masyarakat yang berbahagia. Marilah kita pergunakan pikiran yang "rasional" sebab pengetahuan dan cara berpikir yang begitu adalah tingkatan tertinggi dalam peradaban manusia dan tingkatan pertama buat zaman depan. Cara berpikir yang rasional membawa kita kepada penguasaan atas sumber daya alam yang mendatangkan manfaat, dan pemakaian yang benar — kepada cara pemakaian itu makin lama makin bergantung nasib manusia. Hanya cara berpikir dan bekerja yang rasional yang dapat membawa manusia dari ketakhayulan, kelaparan, wabah penyakit dan perbudakan, menuju kepada kebenaran. Kita sangat menjunjung tinggi kesaktian dan adat istiadat serta kebenaran bangsa Timur. Akan tetapi semuanya itu tidaklah mendatangkan pencerahan, kemauan kepada peradaban dan kemajuan, cita-cita tentang masyarakat yang baik, tinggi, bagus, serta tidak pula mendatangkan yang baik di dalam sejarah dunia. Pujilah kepintaran Timur sang pemilik batinnya sendiri, kegaiban atau kekeramatan Timur, bilamana anda suka. Semuanya itu sebenarnya merupakan asal mula dari kesengsaraan dan penyiksaan mematikan semangat kerja dalam masyarakat yang tak layak bagi pergaulan manusia. Manusia haruslah berdaya, mencoba berjuang, kalah atau menang dalam ikhtiarnya itu. Sebab, inilah yang dinamakan hidup! Karena itu, hapuslah segala macam kepuasan yang menyuburkan semangat budak dan buanglah kesalahan kosong sebab ini adalah kesesatan pikiran semata.
Manusia mesti mematahkan semua yang merintangi kemerdekaannya. Ia harus merdeka! Sebuah bangsa pun mesti merdeka berpikir dan berikhtiar. Jadi ia mesti berdiri atau berubah dengan pikiran dan daya upaya yang sesuai dengan kecakapan, perasaan dan kemauannya. Tiap-tiap manusia atau bangsa harus mempergunakan tenaganya buat memajukan kebudayaan manusia umum. Jika tidak, ia tak layak menjadi seorang manusia atau bangsa dan pada hakikatnya tak berbeda sedikit jua dengan seekor binatang.
Tetapi kamu orang Indonesia yang 55,000,000 tak kan mungkin merdeka selama kamu belum menghapuskan segala "kotoran kesaktian" itu dari kepalamu, selama kamu masih memuja kebudayaan kuno yang penuh dengan kepasifan, membatu, dan selama kamu bersemangat budak belia. Tenaga ekonomi dan sosial yang ada pada waktu ini, harus kamu persatukan untuk menentang imperialisme Barat yang sedang terpecah-pecah itu, dengan senjata semangat revolusioner-proletaris, yaitu dialektis materialisme. Kamu tak boleh kalah oleh orang Barat dalam hal pemikiran, penyelidikan, kejujuran, kegembiraan, kerelaan dalam segala rupa pengorbanan. Juga kamu tidak boleh dikalahkan mereka dalam perjuangan sosial. Akuilah dengan tulus, bahwa kamu sanggup dan mesti belajar dari orang Barat. Tapi kamu jangan jadi peniru orang Barat, melainkan seorang murid dari Timur yang cerdas, suka mengikuti kemauan alam dan seterusnya dapat melebihi kepintaran guru-gurunya di Barat.
Sebelum bangsa Indonesia mengerti dan mempergunakan segala kepandaian dan pengetahuan Barat, belumlah ia tamat dari sekolah Barat. Karena itu, janganlah menjatuhkan diri dalam kesesatan dengan mengira bahwa kebudayaan Timur yang dulu atau sekarang lebih tinggi dari kebudayaan Barat sekarang. Ini boleh kamu katakan, bilamana kamu sudah melebihi pengetahuan, kecakapan dan cara berpikir orang Barat. Sekurang-kurangnya masyarakat kamu sudah mengeluarkan orang yang lebih dari seorang dari Newton, Marx dan Lenin, barulah kamu boleh bangga. Pada waktu ini sungguh sia-sia dan tak layak bagi kamu mengeluarkan perkataan sudah "lebih pintar" dan tak perlu belajar lagi, sebab banyak sekali yang belum kamu ketahui. Pun jika perkataan itu keluar dari seorang bekas murid yang melupakan ajaran gurunya. Kamu belum boleh membanggakan kelebihanmu karena kamu belum layak jadi seorang murid, seperti terbukti dengan kekolotan dan akar-akar takhayul yang masih berbelit-belit dalam kepalamu. Bila sekalian keruwetan itu sudah lenyap dari kepalamu, barulah kamu dianggap orang sebagai murid, dan mulailah mempergunakan pikiran "baru" dengan sempurna.(dok/net)

Renungan

Ketika Jejak Kartini mulai ditinggalkan

Masanya
sudah tak mungkin lagi bisa digapai, hanya imaji dan idealismennya yang kini terus hidup mengisi setiap lerung kehidupan anak negeri.
Kartini, mungkin satu dari sekian banyak perempuan Indonesia yang punya gagasan brilian, dan mampu menterjemahkan kehidupan masa depan. Keinginannya merubah nasib kaum Hawa negeri ini hanya tinggal angan dan cita cita yang kemudian tertuang dalam gagasan sebuah perjalanan sejarah.
Realitan telah terjadi, Kartini kini hanya tinggal upacara sakral. Nilai nilai dan gagasan yang menjadi cita cita besarnya makin terkubur di dasar yang jauh orang di negeri ini tak bisa menjamahnya. Seandainya kita tahu mungkin Kartini menangis jauh disana. Kebanyakan perempuab kini di Indonesia telah buta dengan mata hati yang dipunyainya. Mungkin ia tak rela melihat kenyataan yang terjadi, betapa kaum perempuan kini telah jauh lari dari kenyataan yang sebenarnya sebagai kaum perempuan.
Seandainya mungkin bisa mewakili kartini, saya akan bicara kaum Perempuan kini telah "Buta Mata Hatinya". Hedonis, berpoya poya itulah sebagian tifikal wanita jaman sekarang yang katanya memperjuangkan emansipasi dan nilai nilai kemjuan sebagai manusia. Lalu relefankah dengan jati diri seorang manusia itu sendiri. Lagi lagi jika saya di izinkan berbicara mewakili Kartini mungkin akan berkata "Butanya mata hati" kaum wanita kini telah terjadi.
Jika kita lihat dan renungkan apa yang ada sekarang dengan keinginan Kartini, nilai relefansinya jauh panggang daripada api. Mungkin jika Kartini bisa kita saksikan akan menagis melihat kenyataan yang terjadi. Wanita Indonesia hanya bisa memakai kebaya ketika merayakan hari Kartini, namun jauh niali nilai yang ia (Kartini-red) inginkan tak pernah terjabarkan dalam kenyataanya.
Butanya Mata Hati kebanyakan perempuan kini di Indonesia, menjadi penghalang tembusnya nilai nilai kartini yang sesungguhnya.
Dulu kartini tak mengenal dunia pendidikan secara luas dan mendalam bahkan ia dibelenggu mengenal pendidikan, tapi jiwanya menghujam melanglang buana dan berkelana menyaksikan ketidak adilan kaum perempuan kebanyakan negeri ini saat itu. Namun perempuan sekarang yang katanya mengenal ilmu dan pendidikan tinggi, tapi hatinya kerdil tak tahu mengartikan kehidupan apa yang sedang ia hadapi, mereka kebanyakan hanya bisa berbicara tentang kebebasan. Padahal Kartini dulu tak pernah banyak berbicara, namun ia terus mengimplementasikan gagasan akan artinya kebebasan yang sesungguhnya dengan menganut norma ketimuran yang beradab, sopan dan penuh makna.
Butanya Mata Hati telah menjadi pengecualian, bahkan prediksi kehancuran benar benar mengelilingi kehidupan kodrat kewanitaan jaman sekarang. Lalu masihkan Butanya Mata Hati bisa teratasi, pertanyaan minimalnya cuma satu, Adakah kemauan wanita Indonesia untuk berubah.
Namun fakta membuktikan bahwa Butanya Mata Hati wanita Indonesia telah benar benar diambang batas, bahkan isyararat itu semakin nayata ketika kebanyakan wanita Indonesia mendewa dewakan hegemoni dan keberhasilan wanita barat yang berkarakter bebas. Akankah suatu saat bangsa ini maju, ataukah memang suatu saat bangsa ini ditakdirkan tuhan menjadi sejarah yang terkubur di dalam rak museum, sebab disadari wanita adalah tulang punggung negara. Mujahid Abdurrahim

Renungan

Duh !!!, Tsunami

26 Desember 2004 Tsunami terjadi, bertahun-tahun sudah berlalu. Sisa dan porakporandanya bumi sampai sekarang masih bisa kita saksikan, bahkan sisa kemunafikanpun masih bisa kita lihat dan saksikan. Aceh dan Nias menjadi bukti dahsyatnya gelombang yang diakibatkan patahnya lempengan bumi.
Sungguh ironi, betapa tuhan telah memprasastikan Tsunami dengan hancurnya Nias dan Aceh. Namun sedikitpun manusia tak pernah menyimpan arti sebuah bencana dalam hatinya.
Tsunami hampa tanpa makna memang ada. Kebesaran tuhan lewat Tsunami telah menjadi penyepelean manusia, Tsunami dianggap sebuah bencana biasa.
Sungguh sebuah kemunduran martabat dari seorang manusia, kehebatan bencana Tsunami malah kini semakin membuat Aceh dan Nias makin porak poranda.
Kalo boleh kita melancong ke Nias sebentar, porak porandanya karena Tsunami bisa kita saksikan kehancurannya lebih parah lagi sekarang. Rakusnya manusia akan harta, jabatan, pangkat, dan kedudukan telah menjadikan ranah Nias makin jauh dari harapan untuk bangkit. Uang sumbangan dari luar negeri habis tanpa bukti, rakyat tak berdosa terus menjadi tumbal. Begitu pula di Aceh tak ubahnya seperti ranah Nias.
Tahukah bahwa tuhan masih lebih bijaksana terhadap hambanya, bahkan tahu seberapa kuat hambanya menerima cobaan. Namun seberapa besarnya kebijaksanaan tuhan manusia masih juga tetap menyalahkan, "tuhanlah pengakibat semuan bencna ini". Sungguh sebuah Nista.
Mungkin tuhan bertanya, "Lalu apa mau kalian ?", bumiku kau injak, semuanya kalian nikmati sedikitpun kalian tak ada rasa bersyukur.
Tiga atahun Tsunami telah berlalu, tak sadarnya manusia telah membuat tuhan gerah, fenomena baru yang menandakan kemurkaan tuhan terus muncul. Khusus di negeri tercinta hampir memasuki satu dasawarsa bencana masih belum berakhir, bencana keributan terus silih berganti. Tak hanya itu, tuhan kembali menggulung dan memporak porandakan Jogyakarta ribuan nyawa melayang. Sampai disitu manusia tetap tak bergeming, bahkan kemaksiatan terus meraja lela. Jogya, bengkulu, mandailing telah lewat, gempa menyusul dihampir separuh daratan di Indonesia. Gunung gunung memuntahkan isinya Semeru, Anak Krakatau, Merapi. Terakhir kalinya tuhan kembali menurunkan bencana angin serta hilangnya manunisa, tragedi tengelamnya kapal motor, hilangnya Adam Air serta yang lainnya. Jauh sebelumnnya, tanah air yang katanya penuh dengan kekaguman, kini hanya menjadi onggokan dari kemurkaan tuhan. Yang jadi pertanyaan sekarang, relepankah jika bencana ini disebut dengan siksa atau azab dari tuhan, bahkan sebelum itu banyak diantara orang fasih beragama dan mengerti agama mengenggap ini adalah sebuah ujian yang patut direnungkan karena ikta masih dikatakannya umat yang beriman. Terlepas dari itu Tsunami Aceh-Nias, Gempa Jogja, Tsunami Pangandaran serta gempa Bengkulu dan bencana serta musibah lainnya bahkan kini yang belum menemukan jalan keluar bagi masyarakat jawa Timur yang terkenal Lumpur Panas Lapindo tak kunjung usai, dan Gempa Mandailing dan bencana longsor lainnya serta banjir yang melanda diseluruh belahan bumi nusantara, adalah sebuah murka tuhan terhadap bangsa ini.
Apa mau dikata, pemimpin yang seharusnya menjadi suri dan tauladan, menjadi contoh dan pengayom, malah mempertontonkan kenistaan dan kenagkuhan seolah bumi ada pada genggamannya.
Lalu apa kelanjutannya, kini tinggal menunggu bahwasannya kebaikan akan selalu baik dan siapa yang menyelenggarakan keburukan akan selalu menerima hasil dari keburukan itu sendiri. Sebab bagi mereka rakyat kecil yang masih punya Iman dan ketaqwaan sungguh tuhan itu "Jauh tak berjalan dekat tak bersentuhan". Manusia tanpa nurani adalah sebab sebuah bencana tanpa Makna". Mujahid Abdurrahim

Minggu, 27 Juli 2008

Nongkrong Nie




Sketsa

Kala Senja di kota Medan, waktu yang selalu mengingatkan ku akan keagungan serta kerinduan kampung halaman. Jauh diperantauan ini aku temukan hikmahnya.


Serius mengikuti rapar koordinasi di Pemuda Pancasila Khusus Kota Medan, aku dipercaya menjadi Wasekjen tahun 2007 lalu. Ini menjadi pengalamanku berorganisasi dan berbaur bersama masyarakat Kota Medan yang terkenal keras.