Duh !!!, Tsunami
26 Desember 2004 Tsunami terjadi, bertahun-tahun sudah berlalu. Sisa dan porakporandanya bumi sampai sekarang masih bisa kita saksikan, bahkan sisa kemunafikanpun masih bisa kita lihat dan saksikan. Aceh dan Nias menjadi bukti dahsyatnya gelombang yang diakibatkan patahnya lempengan bumi.
Sungguh ironi, betapa tuhan telah memprasastikan Tsunami dengan hancurnya Nias dan Aceh. Namun sedikitpun manusia tak pernah menyimpan arti sebuah bencana dalam hatinya.
Tsunami hampa tanpa makna memang ada. Kebesaran tuhan lewat Tsunami telah menjadi penyepelean manusia, Tsunami dianggap sebuah bencana biasa.
Sungguh sebuah kemunduran martabat dari seorang manusia, kehebatan bencana Tsunami malah kini semakin membuat Aceh dan Nias makin porak poranda.
Kalo boleh kita melancong ke Nias sebentar, porak porandanya karena Tsunami bisa kita saksikan kehancurannya lebih parah lagi sekarang. Rakusnya manusia akan harta, jabatan, pangkat, dan kedudukan telah menjadikan ranah Nias makin jauh dari harapan untuk bangkit. Uang sumbangan dari luar negeri habis tanpa bukti, rakyat tak berdosa terus menjadi tumbal. Begitu pula di Aceh tak ubahnya seperti ranah Nias.
Tahukah bahwa tuhan masih lebih bijaksana terhadap hambanya, bahkan tahu seberapa kuat hambanya menerima cobaan. Namun seberapa besarnya kebijaksanaan tuhan manusia masih juga tetap menyalahkan, "tuhanlah pengakibat semuan bencna ini". Sungguh sebuah Nista.
Mungkin tuhan bertanya, "Lalu apa mau kalian ?", bumiku kau injak, semuanya kalian nikmati sedikitpun kalian tak ada rasa bersyukur.
Tiga atahun Tsunami telah berlalu, tak sadarnya manusia telah membuat tuhan gerah, fenomena baru yang menandakan kemurkaan tuhan terus muncul. Khusus di negeri tercinta hampir memasuki satu dasawarsa bencana masih belum berakhir, bencana keributan terus silih berganti. Tak hanya itu, tuhan kembali menggulung dan memporak porandakan Jogyakarta ribuan nyawa melayang. Sampai disitu manusia tetap tak bergeming, bahkan kemaksiatan terus meraja lela. Jogya, bengkulu, mandailing telah lewat, gempa menyusul dihampir separuh daratan di Indonesia. Gunung gunung memuntahkan isinya Semeru, Anak Krakatau, Merapi. Terakhir kalinya tuhan kembali menurunkan bencana angin serta hilangnya manunisa, tragedi tengelamnya kapal motor, hilangnya Adam Air serta yang lainnya. Jauh sebelumnnya, tanah air yang katanya penuh dengan kekaguman, kini hanya menjadi onggokan dari kemurkaan tuhan. Yang jadi pertanyaan sekarang, relepankah jika bencana ini disebut dengan siksa atau azab dari tuhan, bahkan sebelum itu banyak diantara orang fasih beragama dan mengerti agama mengenggap ini adalah sebuah ujian yang patut direnungkan karena ikta masih dikatakannya umat yang beriman. Terlepas dari itu Tsunami Aceh-Nias, Gempa Jogja, Tsunami Pangandaran serta gempa Bengkulu dan bencana serta musibah lainnya bahkan kini yang belum menemukan jalan keluar bagi masyarakat jawa Timur yang terkenal Lumpur Panas Lapindo tak kunjung usai, dan Gempa Mandailing dan bencana longsor lainnya serta banjir yang melanda diseluruh belahan bumi nusantara, adalah sebuah murka tuhan terhadap bangsa ini.
Apa mau dikata, pemimpin yang seharusnya menjadi suri dan tauladan, menjadi contoh dan pengayom, malah mempertontonkan kenistaan dan kenagkuhan seolah bumi ada pada genggamannya.
Lalu apa kelanjutannya, kini tinggal menunggu bahwasannya kebaikan akan selalu baik dan siapa yang menyelenggarakan keburukan akan selalu menerima hasil dari keburukan itu sendiri. Sebab bagi mereka rakyat kecil yang masih punya Iman dan ketaqwaan sungguh tuhan itu "Jauh tak berjalan dekat tak bersentuhan". Manusia tanpa nurani adalah sebab sebuah bencana tanpa Makna". Mujahid Abdurrahim
Jumat, 22 Agustus 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar