Kamis, 01 Mei 2008

Renungkan

"Yang Ada Tinggal Kemunafikan"
Ironi memang jika kita mendengar, "yang ada tinggal kemunafikan". Zaman yang mewarnai kehidupan manusia sekarang sudah tak mungkin lagi bisa terbendung. Romantika kehidupan yang mewarnainya, yang di timbulkan oleh rona tingkah laku manusia terus menyeruak tak terbendung. Hegemoni kehidupan itu kini telah menyisakan kaum-kaum bergaya Have, Hedonis, dan indivisualistik. Tak heran agama dianggap tradisi masa lalu yang sama nilainya dengan kebudayaan primitip yang harus di museum kan atau ditinggalkan, lebih terhormat lagi mungkin dicatat dalam sebuah buku khusus tentang kiprah yang menandakan pernah ada agama tersebut.Zaman memang telah berubah, tapi manusianya zauh teralah berubah meninggalkan tatanan yang sebenarnya. Maka pantaslah kemunafikan bagaikan ruh yang menjiwai setiap kuasa dalam kehidupan anak manusia.Boleh bukti, pejabat kelas rendahan seperti lurah ataupun camat, tak ubahnya seperti "Dagelan", tumbuh tak mempunyai reputasi bahkan kebijakannya hanya memperturutkan keangkuhan penguasa di atasnya. Ibarat sebuah teori masa Orde baru yang dikenal dengan "Asal Bapak Senang".Boleh melongok pejabat diatasnya, mereka malah seenaknya mempertontonkan peraturan-peraturan yang menjerat hati rakyat, ekonomi, harga dipasaran dipermainkan layaknnya mainan monopoli atau halma.Yang lebih tragis lagi, kebaikan orang-orang yang menyuarakan kebenaran mereka cap sebagai kemunafikan, sok suci.Tahukah bahwa kini yang ada tinggal kemunafikan, sebab Tuhan telah menyembunyikan makna kebaikan. Sebuah hikayat pernah menceritakan tentang kedatangan kiamat, dalam hikayat itu mengatakan jauh sebelum kiamat datang tepatnya 40 ribu tahun sebelumnya tuhan akan menurunkan Dazal. Dimana Dazal tersebut akan memutarkan kenyataan yang sebenarnya, manusia dibutakan dengan kebenaran. Dan tahukah siapa yang akan tinggal dengan kebenaran tersebut, itu adalah orang yang menyuarakan kebenaran tapi dicap sebagai orang munafik dan sok suci.Mungkinkah, "yang ada tinggal kemunafikan" ini adalah pertanda awal dari datangnya kiamat besar.Sungguh suatu awal permulaan itu telah terjadi sekarang, umat di abad ke 21 ini yang mengkultuskan bahwa manusia zaman sekarang adalah manusia paling beradab, manusia yang mempunyai pemahaman masa depan dengan kecanggihan teknologinya. Tapi jauh dari itu manusia di abad 21 layaknya seperti mahluk "Canibalistik" bahkan mungkin lebih kasar lagi dari itu.Mulia manakan dihadapan tuhan, manusia jaman dulu yang tak meneganl tuhan (Animisme/Dinamisme) yang hanya mengenal kehidupannya kemudian melestarikannya, tanpa merusak memperdaya bahkan membabi buta, dan mereka bisa berkomunikasi dengan alam dan memperlakukan alam layaknya saudara sendiri. Bercerminkah kita umat yang katanya mengenal Tuhan umat yang beragama dan beradab tetapi kelakuannya lebih dari binatang. Kemunafikan telah menghancurkan semuanya, alam, moral, tatana kehidupan menjadi lahan yang dihancurkan.Tahukah, mempertahankan kebenaran itu tidak sama dengan kemunafikan meskipun keseharian kita kerap terjerumus dengan noda. Kebenaran harus tinggal dengan kebenaran. Kemunafikan harus tinggal dengan kerangka kemunafikannya. Memang hidup tak kan terlepas dari kebenaran dan kemunafikan, namun tahukah apa yang bisa membedakannya, itulah hati nurani yang mengenal Tuhannya.
"Milikilah lebih banyak yang anda perhatikan Berbicaralah kurang dengan apa yang anda ketahui Pinjamilah kekurangan orang lain dari lebih yang anda miliki"
Dan sungguh kemunafikan itu akan sirna dari pelupuk manusia, jika semua itu bisa diselenggarakan. Keimanan, ketaatan, dan kemuliaan dalam kehidupan akan menjadi senjata (Tri sula) dalam menghadapi hidup yang kini tersisa dengan kemunafikan. Mujahid Abdurrahim

Renungan

Hilangnya "Natural Wisdom"

"Natural Wisdom", inilah sebuah wujud yang hilang yang kini seharusnya dicari manusia jaman sekarang yang terkungkung peradaban dengan pengakuan sebagai umat modern, beradab dan paling pintar sejagad.Natural Wisdom (kearifan alam), telah lama terpendam di dasar dan terkubur di dasar samudera alam tak sadar manusia. Lalu dimana kearifan alam itu sekarang. Semuanya tak bisa dijawab karena manusia itu sendiri yang telah melenyapkannya lewat, kekuasaan, jabatan kesombongan akan hati nurani yang dipunyainya.Dulu kita pernah tahu bangsa Jawa melarang seseorang memotong daun pisang yang warnanya indah (Daun pisang muda-red), ini bukan karena alasan mistik. Jauh dari itu jika hal tersebut di lakukan maka akibatnya akan sangat fatal terhadap pertumbuhan pohon pisang itu sendiri.Masih ingat di Kalimantan, bahkan di pedalaman suku Sunda. Seseorang dilarang menebang pohon bambu yang khusus dibuat seruling ada malam bulan purnama, hal ini bukan karena hal mistis. Tetapi hal ini dilarang karena pada malam bulan purnama serapan air lebih besar dan itu akan sangat berdampak terhadap pembuatan seruling berkualitas tinggi.Di kepulauan Maluku atau suku di sekitar kepulauan Sulawesi, Lamalaera, para nelayan hanya setahun sekali diperbolehkan menangkap satu ikan Paus. Hal itu bukan karena alasan mistis melainkan penangkapan ikan Paus secara besar-besaran akan mempengaruhi keseimbangan kehidupan mereka.Konon lagi, suku Sakai memiliki waktu-waktu tertentu yang khusus untuk memanen hasil hutan seperti kayu, damar, madu, buah-buahan dan hasil hutan lainnya. Hal ini dilakukan bukan karena alasan mistis tetapi terlebih karena mereka tahu dalam mengatur sirkulasi dari sistem reproduksi hutan itu sendiri.Ini semua yang dilakukan mereka adalah yang harus dicari, dan dikenal dengan "Natural Wisdom" atau kearifan alam. Mereka begitu mengerti dengan alam, mereka begitu mengerti dengan suara alam bahkan isyarat alam sekalipun.Boleh dibilang, dulu bangku sekolahpun tak ada konon lagi membaca buku tentang sistematika alam. Bahkan mereka hanya berkomunikasi dengan alam untuk menentukan waktu, musim dan tujuan yang akan dicapai.Coba kita telaah, kita sekarang yang katanya manusia paling beradab rasanya belum mampu seperti mereka. Yang ada hanyalah pengrusakan dan kerusakan.Bahkan ketika teknologi menaungi manusia bangsa sekarang, tapi kita tak bisa searif mereka yang tak pernah mengenal arti teknologi.Nafsu industri keserakahan teknologi, serta jahanamnya jabatan dan kedudukan telah menutup mata dan hati kita. Bahkan tak sadar telinga kita disumbat sehingga rontaan alam yang keras tak pernah sedikitpun kita dengar.Dan tahukah, ketika alam ini murka yang jadi lahapan pertama adalah manusia yang merindu kebenaran, rakyat jelata yang tak tahu apa-apa. Sementara mereka yang angkuh dengan konglomerasi perusahaan raksasa, pejabat yang angkuh dengan jabatan dan tahta, orang kaya yang tak peduli dnegan keadaan semesata mereka menikmati dan menari-nari diatas penderitaan dan tangisan serta kelaparan.Kearifan alam sudah tak mungkin lagi ada, kini tinggal rakyat dengan kemiskinan yang tersisa. Dan bencana akan menjadi teman sejati mereka.Apakah yang harus kita buat untuk mereka yang dzalim, haruskah kita perlakukan mereka seperti mereka memperlakukan alam. Haruskah kita bicara tegas seperti alam yang memuntahkan bencana akibat tangan angkuh mereka. Sungguh Tuhan telah mengisyaratkan mereka takkan puas jika ruhnya masih menempel di jasadnya. Kini tinggal kita, yang masih merindu akan kebenaran dari kearifan alam dan semoga kita dimenangkan Tuhan kelak meskipun penderitaan kini menemani kita.