Sapaan hangat Rizal Ramli
Anda mungkin sudah tahu, siapa sosok Rizal Ramli ?. Pertanyaan ini pastilah mudah dijawabnya. Semua pasti bisa memprediksi dari jawaban yang akan keluar dari pertanyaan diatas, boleh jadi banyak orang menjawab Rizal Ramli adalah bekas mentri zamannya Gus Dur, atau bekas kabulog juga pada masa Gus Dur. Namun pasti juga banyak yang menjawab Rizal Ramli adalah seorang ekonom jebolan ITB, atau bisa jadi ada sebagian orang menjawabnya Rizal Ramli adalah aktor dibalik kerusuhan pada demonstrasi kenaikan BBM dipertengahan tahun 2008 yang dilakukan Komite Bangkit Indonesia KBI, semua jawaban pasti banyak terlontar dari berbagai sudut pandang tentang Rizal Ramli. Jawaban itu boleh-boleh saja, namun bagi saya sosok Rizal Ramli punya arti tersendiri.
Ceritanya begini, saya mengenal Rizal Ramli ketika ia menjadi Menteri Koordinator Perekonomian dan keuangan pada masa presiden Gus Dur. Disitulah sosok Rizal Ramli saya pertama kali mendengarnya sekaligus mengenalnya dengan berbagai litelatur yang saya cari disejumlah Media.
Jauh sebelumnnya saya tidak pernah memimpikan bakal bertemu dan mewawancarai sosok yang belakangan menjadi perbincangan terkait demonstrasi KBI, yang membuat sejumlah orang khawatir tragedi Mei berdarah tahun 1998 terulang kembali.
Adalah bulan November 2008, sosok tokoh yang penuh enerjik itu bisa saya kenal dan saya tahu akan kesan pertamanya, dua kali saya bertatap muka dengannya, pertama ketika mengambil gambar di Kantor DR Group, sang ekonom itu menyapa saya dengan ucapan "Bagaimana kabarnya", sambil berlalu memasuki mobil Toyota Alphard yang sudah disediakan untuknnya menuju acara Rapat kerja Daerah Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (Rakerda PPPI).
Berjam-jam waktu berlalu, sosok ekonom yang saya anggap eksentrik ini berlalu dari ingatan saya, saya pun sibuk dengan berbagai liputan di acara Rakerda itu.
Namun kejadian yang berkesan bagi saya terhadap ekonom ini adalah, ketika break makan siang, seusai wawancara degan sejumlah wartawan saya coba menghampiri sosok yang murah senyum ini. Ia kembali menyapa saya "Apa kabar, gimana", ungkapnya sembari menyodorkan tangannya untuk berjabat salam.
"Saya mau buat kenang kenangan dulu dengan pak Ramli", ungkap saya. Sosok ekonom itupun langsung tanggap dengan apa yang saya inginkan, ia merangkul bahu badan saya yang kebetulan postur saya lebih pendek dari sosok ekonom yang sejak kecil di tinggal kedua orangtuanya ini.
Beberapa jepretan foto berhasil di abadikan oleh kawan seprofesi saya di Media. Dan jadilah foto ini (Diatas-red).
Tokoh yang sejak kecil bergelut dengan kerja kerasnya ini, nampaknya sulit saya mengerti, ternyata sosok di televisi dan pada kenyataannya sangat jauh berbeda. Ternyata tokoh yang akan coba maju menjadi RI 1 ini cukup familiar dan bersahabat. Semoga saya suatu saat ketika tuhan mengizinkannya menjadi RI 1 sikap familiar itu tak lagi hilang darinya....semoga./elmujahida
Rabu, 12 November 2008
Langganan:
Postingan (Atom)