Kamis, 24 April 2008

Renungan

Modern Atau "Jahiliyah"

Majunya peradaban dan tingginya teknologi informasi dan industri telah menghantarkan masyarakat menuju gerbang masa modern yang semakin kompleks. Lalu apa yang terjadi dengan dunia ini ditengah kemajuan peradabannya.
Namun klaim manusia beradab yang kemudian disematkan manusia abad 21 menjadi sebuah simbol bahwasannya manusi jaman dulu adalah sampah tak berarti dan rendahan.Kebenaran serta kemungkinannya memang bisa saja terjadi. Lihat saja modernnya manusia jaman sekarang ibarat sebuah reinkarnasi masa jahiliyah yang pernah mengisi kehidupan dunia. lalu siapa sebenarnya manusia jaman modern sekarang ini. Sebuah kemungkinan besar manusia abad 21 adalah sebuah pengantar jahiliyah baru di eranya. Bedakah, dulu jahiliyah anak perempuan di kubur hidup hidup, karena memandang ketika itu mempunyai anak perempuan adalah sebuah kehinaan, jika kita lihat sekarang, jangankan seorang anak yang sudah lahir kedunia, jabang bayi yang masih dalam rahim ibunya rela dibunuh.
Ini salah satu gambaran betapa jahiliah yang per nah kita kenal dan tau dalam sejarah lebih beradab dengan kelakuan jahiliyah kita jaman sekarang. Sadarkah kita, anak sudah tega memaki ibunya, bahkan lebih tragis membunuh kedua orang tuanya. Siapa yang harus disalahkan dan siapa yang musti menanggung akibatnya. Ataukah salahkah jaman ini ? Sebuah hikayat pernah menceritakan bahwasanya jaman tak pernah berubah, jaman terus dinamis dengan waktunya yang telah ditentukan, lihat saja peredaran matahari, bulan dan siang serta malam begitu kontinyu. Yang berubah hanyalah pemikiran manusia karena tuhan menakdirkan fitrah manusia sebagai mahluk yang berakal dan punya pendirian. Sungguh suatu awal permualaan itu telah terjadi sekarang, Umat di abad ke 21 ini yang mengkultuskan bahwa manusia zaman sekarang adalah manusia paling beradab, manusia yang mempunyai pemahaman masa depan dengan kecanggihan teknologinya. Tapi jauh dari itu manusia di abad 21 layaknya seperti mahluk "Jahiliyah" bahkan mungkin lebih kasar lagi dari itu.Mulia manakan dihadapan tuhan, manusia jaman dulu yang tak meneganl tuhan (Animisme/Dinamisme) yang hanya mengenal kehidupannya kemudian melestarikannya, tanpa merusak memperdaya bahkan membabi buta, dan mereka bisa berkomunikasi dengan alam dan memperlakukan alam layaknya saudara sendiri. Bercerminkah kita umat yang katanya mengenal tuhan, umat yang beragama dan beradab tetapi kelakuannya lebih dari binatang. Kemunafikan telah mengancurkan semuanya, alam, moral, tatanan kehidupan menjadi lahan yang dihancurkan.Tahukah, mempertahankan kebenaran itu tidak sama dengan kemunafikan meskipun keseharian kita kerap terjerumus dengan noda. Kebenaran harus tinggal dengan kebenaran. Kemunafikan harus tinggal dengan kerangka kemunafikanya. Memang hidup tak kan terlepas dari kebenaran dan kemunafikan, namun tahukah apa yang bisa membedakannya, itulah hati nurani yang mengenal tuhannya. Mujahid Abdurrahim

Renungan !!

"Ketika Timur Memuja Barat"

Sebuah fakta peradaban baru kembali nampak dipelupuk mata, kehebatan dunia barat dengan hal hal baru telah mengikis sendi sendi kemurnia peradaban timur yang kental dengan aroma religius dan moralitas. Seiring waktu alur peradaban telah menyeret dan membalikan lkenyataan bahwa "Timur kini Memuja Barat".
Ini bukti sebuah peradaban timur telah benar benar rapuh dan timpang. Bahkan lebih dahsyat lagi kemurnian cerita moralitas ketimuran mulai dipudarkan dengan pemahaman pemahaman barat yang samar dan cenderung mengandalkan khayalan Boleh kita saksikan, meski peradaban Barat berhasil mencapai kemajuan, tetapi masyarakatnya masih tetap terkenal sebagai pemuja legenda atau dongeng-dongeng. Meskipun peradaban Barat berhasil mencapai kemajuan pesat dalam bidang sains dan teknologi, tetapi masyarakat Barat ternyata masih tetap terkenal sebagai pemuja legenda atau dongeng-dongeng. Kamus “The American Heritage Dictionary on the English Language”, mengartikan kata “legend” dengan “An unverifiable popular story handed down from the past.” Artinya, “legenda” adalah cerita masa lalu yang tidak dapat diverifikasi kebenarannya. Kata ini berasal dari bahasa Latin “legere” yang artinya “to collect”, “to gather”, atau “to read”, yakni “mengumpulkan” atau “membaca”. Lihatlah deretan judul film-film yang beredar di gedung-gedung biosksop dalam beberapa bulan ini. Penuh dengan cerita-cerita legenda.
Film Troy yang bercerita tentang legenda kepahlawanan Achiles dan Agammemnon, di masa Yunani kuno, laris manis diserbu penonton di gedung-gedung bioskop Kuala Lumpur dan daratan Asia lainnya Hal lain, meskipun didasarkan pada cerita Perjanjian Baru, tetapi juga dibumbui dengan berbagai cerita yang sulit diverifikasi kebenarannya. Film trilogi “The Lord of the Rings”, mampu maraup keuntungan lebih dari 2000 juta USD. Jauh sebelumnya, berbagai film legenda semacam Rambo, Batman, Superman, dan sebagainya, yang ternyata juga menjadi film-film yang “laku dijual”. Dengan promosi yang sangat dahsyat, film-film itu pun dinikmati oleh banyak umat manusia di belahan dunia lainnya bahkan yang paling menjadi sasaran adalah bangsa di Asia. Mengapa masyarakat Barat menyukai legenda, mitos-mitos, atau mimpi-mimpi? Padahal, ada yang menyebut bahwa cerita-cerita yang menjual mimpi biasanya diproduksi oleh masyarakat tertindas untuk menghibur diri dan membayangkan akan kejayaan di masa yang akan datang. Mungkinkah ini pembuktian bahwa "Barat mulai dipuja Timur" Cerita-cerita legenda itu biasanya dikaitkan dengan kisah kepahlawanan (epik) untuk membangkitkan moral.


Apakah fenomena ini berkaitan dengan masyarakat Barat yang “sakit” dan sedang mengalami krisis dalam hidup? Sebagai peradaban yang sedang berkuasa, Barat terbukti tidak mampu menyelesaikan problema yang dihadapi umat manusia, bahkan probem dirinya sendiri. Mereka dihantui dengan berbagai kecemasan yang tidak berkesudahan. Itu semua karena mereka kehilangan pegangan hidup, setelah menempatkan manusia sebagai “tuhan”.
Terlepas dari banyak hal, kini bangsa timur benar benar telah dirasuki mimpi buruk bangsa barat. Lebih kasarnya lagi bangsa Asia kini mulai diperdaya dan ditanamkan mazhab baru. Maka tak heran kalau "Timur kini memuja Barat". Sungguh budaya ketimuran yang kental moralitas dan pemikiran nyata telah benar benar pudar dihantam dari segala lini oleh peradaban Barat yang menawarkan khayalan belaka. Apa jadinya nanti ketika "Timur memuja Barat" yang jelas jelas menyediakan hedonis dan kental dengan gaya hidup huran hura, mungkinkah semua itu akan menjadi petaka dan sebagai awal perubahan menuju kehancuran dunia. Mujahid Abdurrahim